Sebagaimana disampaikan oleh seorang pengamat politik beberapa waktu
lalu bahwa masyarakat kita masih terbelah karena pilpres sebab sejak
pelantikan Jokowi sampai hari ini banyak sekali kritikan terhadap
kebijakan Jokowi. Gagal move on kah pendukung Prabowo-Hatta? Dibayarkah
orang-orang yang mengkritik Jokowi itu? Saya tentu tidak bisa bicara
untuk yang lain, tapi sebagai non-partisan yang mengkritik Jokowi sejak
Desember 2012, saya mengamati bahwa para pengkritik Jokowi di media
sosial, forum, message board, twitter, facebook, kaskus, kompasiana
bertambah banyak sedang pendukung semakin sedikit sebab para pengkritik
itu sendiri sekarang banyak berasal dari mantan pendukung Jokowi yang
kecewa karena merasa dibohongi oleh Jokowi sejak pilgub sampai pilpres.
Setelah pilpres, saya mencoba berhenti mengkritik Jokowi untuk
memberinya kesempatan bekerja, tapi ternyata semua analisis saya tentang
bahayanya Indonesia di tangan Jokowi terbukti benar sehingga saya-pun
kembali mengkritik dia dan pemerintahannya. Kebijakan-kebijakan Jokowi
yang berbahaya untuk Indonesia inilah yang antara lain menyebabkan
semakin banyak orang menjadi anti Jokowi, dari berikut ini adalah
beberapa di antaranya:
Pertama, Jokowi adalah boneka dari CSIS yang mendalangi berbagai
kerusuhan di Indonesia, mulai dari malari sampai Kerusuhan Mei 13-14 Mei
1998. Mau bukti? Ketua tim ahli wapres adalah Sofyan Wanandi, pendiri
CSIS dan Kepala Staf Kepresidenan adalah. Luhut Binsar Panjaitan, anak
emas Leonardus Benny Moerdani. Sedangkan murid Benny Moerdani yaitu
Hendropriyono, anaknya Diaz adalah komisaris Telkomsel dan tim ahli
menkominfo yang berarti menguasai jaringan telekomunikasi di negara ini,
demikian pula menantu Hendropriyono dan anak Luhut Panjaitan sekarang
menjadi pemimpin paspampres. Dengan demikian CSIS secara efektif telah
menguasai lembaga kepresidenan dan wakil presidenan Indonesia selama
lima tahun ke depan, baik fisik maupun jalur menuju presiden dan wakil
presiden.
Kedua, Jokowi adalah seorang pembohong besar sanggup berdusta tanpa
mengedipkan mata demi meraih keinginannya . Mau bukti? Bukankah Jokowi
tanpa malu mengakui bahwa koalisi tanpa syarat yang dia banggakan selama
pilpres adalah kebohongan semata? Tanpa dia akui-pun kita bisa melihat
bahwa saat ini sedang terjadi pembagian kursi kekuasaan kepada para
pendukungnya, termasuk yang katanya menteri atau pejabat "profesional"
adalah pendukung seperti Anies Baswedan, Susi Pudjiastuti, Rini
Soemarno, atau Adrianof Chaniago, ketua Perhimpunan Survei Opini Publik
Indonesia yang setelah pencoblosan secara terbuka dan tidak tahu malu
mengancam anggotanya yang melakukan survei dengn hasil tidak memenangkan
Jokowi akan dikeluarkan dari perhimpunan, atau Nusron Wahid, yang tanpa
malu membawa-bawa GP Ansor berpolitik demi kepentingan politik dirinya.
Ketiga, pejabat-pejabat pilihan Jokowi sangat tidak cakap dan sering
melakukan blunder, sebagai contoh, terakhir Menteri Perdagangan malah
mengatakan bahwa harga BBM tidak berpengaruh pada harga sembako. Terlalu
banyak blunder yang dilakukan pejabat-pejabat pilihan Jokowi sampai
tidak mungkin diuraikan satu per satu.
Keempat, alasan Pertama, Kedua dan Ketiga di atas membuktikan bahwa
Indonesia telah jatuh ke tangan kartel politik yang jauh lebih berbahaya
daripada Koalisi Merah Putih sebab secara kualitas, personel yang
mendapat balas jasa dari Jokowi sangat buruk tapi mereka juga rakus dan
hanya mementingkan kepentingan diri sendiri atau kroni-kroninya.
Kelima, karena koalisi Jokowi bukan koalisi kerja untuk rakyat melainkan
koalisi pencitraan yang bekerja untuk kepentingan sendiri tapi
personelnya tidak memiliki kecakapan atau kemampuan dan tanpa konsep,
maka kebijakan-kebijakan mereka sering bersifat uji coba, dan mereka
tidak peduli menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan seperti kasus
menaikan harga BBM dan kemudian menurunkan beberapa hari kemudian.
Mereka menolak peduli bahwa kebijakan seperti ini membuat semua
kebutuhan naik luar biasa tajam dan harga tidak akan turun sekalipun BBM
turun. Belum lagi isu kenaikan harga dolar yang meningkat tajam yang
sampai hari ini dibiarkan oleh Jokowi dan koalisi balas jasanya itu.
Keenam, kebijakan Jokowi juga banyak menelurkan penderitaan rakyat
karena negara ini sudah dijual kepada liberalisme, semata-mata supaya
Jokowi dipuji lembaga asing seperti IMF atau media asing seperti
Bloomberg, padahal asing tidak peduli orang Indonesia mati atau hidup
selama bisa menguras kekayaan Indonesia. Kebijakan pro liberalisme itu
antara lain: melepas harga BBM ke pasar, melepas harga kereta api ke
pasar, melepas harga listrik ke pasar, menaikan harga elpiji dengan
sangat signifikan, membiarkan harga sembako ke harga pasar, membiarkan
nilai dolar menggila, dan lain sebagainya.
Ketujuh, Di belakang Jokowi ada klik Benny Moerdani yang mau
mengembalikan dwi fungsi ABRI dan hal ini terbukti dari empat orang
yang tidak menyukai penyusutan peran militer di keliling kabinet Jokowi,
antara lain Ryamizard Ryacudu, Luhut Panjaitan, Hendropriyono dan
Sofyan Wanandi. Pelahan tapi pasti kita mulai merasakan kembalinya
kekaryaan era dwifungsi ABRI seperti rencana Menteri Hukum dan HAM,
Yasonna H. Laoly merekrut pensiunan bintara TNI menjadi petugas lapas
mengganti peran sipil, atau dibiarkannya TNI membantai empat anak SMA di
Paniai, Papua, atau masuknya peran intelijen militer ke bidang
telekomunikasi seperti terbukti dari masuknya Diaz Hendropriyono, anak
mantan kepala BIN ke bidang biasa strategis seperti telekomunikasi.
Kedelapan, banyak kebijakan Jokowi yang melanggar hukum dan konstitusi
padahal konstitusi adalah perjanjian antara rakyat dengan para
pemimpinnya, contoh liberalisasi BBM, listrik dan sembako yang
bertentangan dengan UUD 45 atau menciptakan jabatan Kepala Staf
Kepresidenan demi balas jasa kepada Luhut Panjaitan yang nyata2
bertentangan dengan tugas dan fungsi mensesneg dan sekretaris kabinet.
Kesembilan, ketimbang menciptakan lapangan kerja, kebijakan Jokowi
justru memusnahkan lapangan pekerjaan dan menciptakan pengangguran baru,
contoh kenaikan BBM setidaknya menyebabkan 41 perusahaan di Makassar
tutup, atau pembubaran lembaga Pemberdayaan Masyarakat Perdesaann
Mandiri membuat 26ribu fasilitator menjadi pengangguran dalam semala.
Kesepuluh, contoh pemimpin yang baik adalah seperti Tony Fernandes, CEO
AirAsia bahwa dia akan bertanggung jawab dan tidak lari dari kewajiban.
Sikap #BukanUrusanSaya bila ada kejadian buruk tapi ada di garis
terdepan bila ada berita baik seperti yang sering diperlihatkan Jokowi?
Itu sifat pemimpin sontoloyo.
Masih banyak contoh yang bisa diuraikan tentang alasan kami sangat anti
Jokowi dan berdoa agar pemerintahannya segera jatuh, bukan karena kami
dibayar, bukan juga karena kami gagal move on, dan tentunya bukan karena
kami PKS (saya sendiri bukan PKS), tapi karena kami mencintai negeri
ini dan Indonesia bukan untuk mainan CSIS dan boneka bunraku-nya, yaitu
Joko Widodo. Relakah anda melihat Indonesia semakin nestapa begini
Source : here
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty