Sunday, January 25, 2015

Berhenti dari Web Service - Usia Dunia semakin Dekat -


Sumber : www.vatih.com

Saya mulai mengenal bahasa pemrograman HTML tahun 2007, menyentuh CSS tahun 2008, sedikit JavaScript di 2010. Pengetahuan yang saya miliki saat itu hanya untuk senang-senang dan membantu beberapa teman online yang memiliki kendala terkait masalah theme.
Tahun 2012 saya menikah. Tahun yang menjadikan tanggung jawab saya berlipat-lipat makin besar. Secara naluri saya berpikir apa yang harus saya lakukan untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Jawabannya adalah web service. Di saat yang bersamaan saya juga punya bisnis yang Alhamdulillah berjalan lancar; online shop. Saya sedang berpikir keran apa lagi yang harus saya buka untuk mengaliri kesejahteraan bagi keluarga saya.
Sambil menjalankan bisnis yang sudah ada, saya meminta izin pada istri untuk membagi waktu lagi mempelajari bahasa pemrograman yang the next level. Jadilah hari-hari saya banyak membuka situs-situs tutorial, download video dari YouTube, dan mempelajari semuanya secara otodidak. Termasuk berlangganan di teamtreehouse.com selama beberapa bulan untuk belajar melalui video-video menakjubkannya.
Dengan skill yang saya punya di akhir 2012, saya mulai memberanikan diri terjun secara profesional. Meski saya merasa skill saya masih cupu. Beberapa website hasil sentuhan saya saat itu seperti salimah.or.id, imz.or.id, dan beberapa lainnya yang saat ini webnya sudah mati karena tidak dikelola si pemilik. Tampilannya masih super sederhana. Termasuk Fimadani yang saat itu struktur pemrogramannya masih acak-acakan (Fimadani sekarang sudah jauh berbeda dari yang dulu, baik dari struktur pemrograman, pengaturan server, dan optimasi lainnya).
Memasuki 2013, Alahmdulillah nama saya mulai dikenal orang. Dalam 1 bulan ada 1 proyek web yang saya garap. Masih kecil memang, tapi paling tidak sudah lumayan untuk meningkatkan jam terbang (skill, komunikasi dengan klien, manajemen waktu, dll). Sampai pertengahan 2013, saya belum berani menyebut diri saya sebagai programmer dengan standar minimal. Saat itu, saya hanya seorang yang mengerti apa itu hosting, domain, bagaimana cara install WordPress, cara setting theme-plugin, dan sedikit tentang CSS, HTML, PHP. Tidak ada customize besar-besaran yang bisa saya lakukan terhadap sebuah theme ataupun plugin secara fungsi (function).
Bulan Ramadhan 2013 menyadarkan saya bahwa potensi programming sangat besar. Ranah bisnis ini adalah ranah abu-abu, di mana harga bisa kita (sebagai programmer) tentukan semena-mena. Ini bukan bisnis kaos yang pembeli bisa menawar setengah harga. Ini bisnis dengan profit luar biasa! Asset bisnis ini menempel langsung dalam diri, yang mahal bukan Sublime Text atau domain atau hosting atau yang lainnya. Yang mahal adalah diri dan kemampuan programmer itu sendiri. Saya biasa ambil profit di atas 5 juta, bahkan 10 juta di setiap proyek yang saya kerjakan. Padahal yang dikerjakan hanya itu-itu saja (Ternyata Cuma Gitu Doang). Belum lagi jika bicara produk digital, wah!
Ramadhan saat itu saya putuskan untuk hiatus sejenak dari online shop, saya diskusi dengan istri mengenai banyak hal tentang pemrograman, tentang rekayasa, tentang potensi, tentang kondisi pasar, dll. Dari diskusi itu kami sepakat bahwa saya harus total dalam mempelajari pemrograman. Saya hiatus dari online shop. Online shop tetap dijalankan oleh istri tapi sangat lambat karena proses pemasaran yang biasa saya lakukan sudah berhenti. Uang tabungan yang ada kami gunakan untuk menjalani kehidupan beberapa bulan ke depan selama saya belajar pemrograman di level yang lebih tinggi.
Di pertengahan Ramadhan saya mencari informasi tempat belajar yang bagus di Jogja. Beberapa tempat saya pelajari, sampai akhirnya bertemu info tentang Pondok Programmer. Saya telpon, yang angkat mas Ruli. Kami bertemu di rumah mertua mas Ruli, ternyata kontrakan saya sangat dekat, tinggal njangkah.
Disepakati untuk membuat sesuatu yang mutual. Saya menjadi guru internet marketing untuk para santri di Pondok, dan di saat yang bersamaan saya jadi murid belajar juga. Sesuatu yang menarik.
Setelah idul fitri, saya mulai aktif belajar dan mengajar di Pondok. Ini komunitas yang menakjubkan, orang-orang dan lingkungan di Pondok sangat asik.
Selama kurang lebih 8 bulan saya menimba ilmu di tempat ini. Di waktu yang sama juga mengamalkan ilmu yang saya dapat, menerima banyak proyek, sebagian proyeknya saya bagi ke Pondok.
Alhamdulillah saya bisa menikmati apa yang saya pelajari. Ini menjadi keran emas, ada banyak sekali kebutuhan keluarga yang bisa terpenuhi di sini. Jauh melebihi online shop yang sudah saya jalani (padahal juga sudah mencukupi).
* * *
Saya lupa ada berapa banyak proyek yang sudah saya garap selama ini. Semuanya memberikan pelajaran berharga untuk saya. Tentang banyak hal. Tentu menangani proyek tidak hanya diisi oleh hal-hal yang membuat bibir tersenyum. Terkadang juga ada proyek yang disertai dengan irisan hati.
* * *
Ada banyak sekali orang yang saya temui, tidak hanya mereka yang berkutat pada web service. Saya bertemu dengan praktisi bisnis di bidang-bidang yang lain. Saya mencari peluang, membuka wawasan, membuat relasi.
Hasil perjalanan bertemu dengan banyak orang itu selalu membuat saya berpikir, merenung, mengambil pelajaran. Tentang waktu, tenaga, pikiran, dan uang. Ada satu pertanyaan yang kemudian menghantui saya, Apa yang sudah dan akan saya lakukan untuk agama dan bangsa? Pertanyaan yang saat itu terus menghantui.
Dalam melakukan apapun, saya dan istri biasa niatkan sesuatu untuk kebaikan banyak orang, tapi pada prakteknya itu seperti tidak terealisasi, meski tiap menitnya selalu saya pikirkan. Apa ya? Apa ya? Apa ya? Saya merasa ada yang salah dalam cara saya mengamalkan niat. Dari niat dan tujuan insya Allah sudah ikhlas dan mulia. Saya merasa saya keliru dalam membagi waktu, tenaga, pikiran, dan uang.
* * *
Waktu terus berjalan, sampai akhirnya terjadi diskusi yang cukup seru di dalam keluarga saya. Sebuah topik yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu adik saya, Hammad Rosyadi (paling kiri pada gambar di atas). Ia membuka diskusi dengan share video di grup WhatsApp keluarga mengenai akhir zaman, tentang usia umat Islam sejak masa kenabian. Tidak banyak ulama yang membahas usia umat Islam ini, hanya ada beberapa seperti Ibnu Hajar Al Atsqalani dan Imam Suyuthi.
Ada sebuah hadits nabi yang mengatakan bahwa usia bumi seperti telunjuk dan jari tengah, di mana jari tengah adalah usia bumi, dan jari telunjuk adalah waktu di mana usia sedang berjalan. Coba Anda sejajarkan telunjuk dan jari tengah, dan perhatikan. Itu disampaikan oleh Nabi menjelang beliau tutup usia. Artinya sudah sangat mepet. Sudah tidak ada waktu.
Imam Suyuthi secara spesifik mengatakan usia umat Islam adalah 1477 tahun sejak Hijriah sedangkan Ibnu Hajar mengatakan 1476 tahun, hal itu mereka ramu dari berbagai hadits tentang usia Yahudi, Nasrani, dan kapasitas keilmuan mereka.
Saat ini sudah 1436 Hijriah. Artinya tinggal 40 tahun lagi usia umat Islam, sampai nanti Allah matikan (dalam keadaan mulia) semua orang-orang beriman secara serentak setelah 7 tahun masa pemerintahan mihajinnubuwwah Al Mahdi.
Hitung-hitungan itu menyadarkan saya tentang kemunculan Al Mahdi. Tahun Hijriah mulai dihitung sejak Nabi melakukan hijrah ke Madinah. Artinya dari 40 tahun sisa usia itu, masih dikurangi 13 (periode Hijriah), dan masih dikurangi lagi masa pemerintahan Al Mahdi 7 tahun (atau 8, atau 9).
Dari situ didapat bahwa Al Mahdi akan muncul kurang lebih 20 tahun lagi. Ia dibaiat pada usia 40 tahun (sama seperti Nabi diangkat menjadi Rasul). Jika memang demikian, saat ini ia sudah ada di tengah-tengah kita dan berusia 20-an tahun.
Dilihat dari hadits nabi yang mengatakan bahwa akan ada 5 zaman yang akan dilalui umat Islam. Maka hitung-hitungan itu sangatlah terlihat jelas sekarang.
  1. Zaman Kenabian (Nubuwwah) dan rahmat
  2. Zaman Khulafaurrasyidin dan rahmat
  3. Zaman pemerintahan raja-raja yang zalim (kerajaan-kerajaan Islam)
  4. Zaman penguasa diktator pembawa fasad dan kegelapan
  5. Zaman Khalifah atau Ummah kedua yang berjalan diatas cara hidup zaman kenabian yakni zaman pemerintahan Imam Mahdi dan Nabi Isa.
Saya pribadi sangat yakin, kita semua sedang berada di zaman ke-empat. Mulkan Jabbariyan. Kita sedang berada pada puncak kerusakan dunia. Penguasa yang zalim dan serakah.
Manusia yang telanjang di jalan-jalan sudah ada, masjid-masjid megah sudah ada, yang jujur dikhianati yang khianat dipercaya juga sudah ada, padang pasir menjadi hijau juga sudah ada (dengan kemajuan teknologi), LGBT merajalela, maksiat di mana-mana.
* * *
Saya sangat khawatir dengan diri saya dan keluarga saya dalam menjalani kehidupan setelah mati.
“Peliharalah (jauhkan) dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Attahrim: 6)
Di usia yang sudah sangat mepet ini, saya harus segera realistis tentang pertanyaan yang selalu menghantui saya. Apa yang sudah dan akan saya lakukan untuk agama dan bangsa?
Saya dan istri putuskan untuk meminimalisir aktifitas yang kebaikannya hanya melibatkan sedikit orang atau bahkan hanya diri sendiri. Ada beberapa aktifitas yang kami wacanakan untuk dihapus, salah satunya adalah web service (saat itu beberapa bulan yang lalu, masih dalam bentuk wacana).
Memang, web service menciptakan banyak sekali pemasukan, tapi web service juga menutup waktu, tenaga, dan pikiran saya. Sangat sedikit waktu untuk keluarga, apalagi untuk ummat. Satu tahun belakangan ini aktifitas (sumbangsih) saya pada masyarakat menurun dari tahun sebelumnya, itu yang saya rasakan. Produktifitas saya untuk ummat sangat buruk.
* * *
Obrolan mengenai kemunculan Imam Mahdi masih terus terjadi dalam keluarga saya, ternyata saya tidak sendiri, semua orang di dalam keluarga membayangkan hal yang sama. Masing-masing berpikir apa yang harus disiapkan.
Berdasarkan hitungan itu tadi, yang akan bertemu dengan Imam Mahdi adalah anak atau cucu saya (kami sekeluarga), atau kami saat usia 40 sampai 50-an. Bahkan obrolan itu juga sampai pada pertanyaan apa yang harus dilakukan supaya kita bisa menjadi bagian dari 300 orang yang pertama kali berbai’at pada Al Mahdi di Mekkah, dan melakukan sholat berjamaah di Al Aqsha bersama sang Imam, sampai menjadi pasukan terpilih dalam menumpas Yahudi yang dipimpin Dajjal.
* * *
Masing-masing dari kami mulai mempertanyakan bisnis yang salama ini digeluti.
Tanggal 17 kemarin semua anggota keluarga berkumpul ke Magetan. Membicarakan masalah ini secara serius. What should we do?
Abah saya sejak beberapa bulan lalu mengatakan bahwa keluarga ini harus punya pemasukan minimal setiap bulannya, sambil menyebut nominal. “Itu paling minim, paling minim.” Beliau mengatakan itu dengan penuh penekanan.
“Untuk berikrom dan mengayomi ummat secara total harus ditopang oleh pendanaan yang besar.” lanjutnya.
Dari anak-anak Abah, yang sudah fokus berbisnis baru 3 orang. Fat-han (yang pakai kaos putih), Saya, dan Sa’id (pegang kamera HP). Umar (paling kanan) dan Hammad masih meraba. Adik-adik yang lain masih mengasah soft skill seperti yang dulu juga saya dan yang lain lakukan.
Akumulasi 3 bisnis dan 1 bisnis (milik Ummi Abah), masih belum mencapai angka minimum itu setiap bulannya.
Di dalam forum keluarga itu, masing-masing dari kami menceritakan mengenai apa yang bisa dilakukan untuk mencapai hal itu (yang merupakan bagian dari visi misi keluarga).
“Darah kita sekeluarga telah kita gadaikan untuk mengabdi di jalan Allah.” (Ummi)
* * *
Keputusan saya meninggalkan web service sangat erat kaitannya dengan apa-apa yang sudah saya tulis di atas. Skill yang Alhamdulillah sudah saya miliki akan saya gunakan untuk fokus pada pengembangan startup yang sudah jalan.
Mengapa tidak membentuk tim?
Sudah banyak yang bertanya seperti itu, terakhir pertanyaan itu muncul dalam forum keluarga tanggal 17 kemarin.
Ini alasan mengapa saya tidak tertarik membentuk tim:

Permintaan Pasar Tinggi

Potensi pasar benar-benar menggiurkan memang, dan saya sudah merasakannya.
Kebutuhan dan ketersediaan SDM di Amerika adalah 100 banding 1. Ada 100 orang yang butuh web service, yang bisa melakukan hanya 1 (source: code.org). Di Indonesia ada 10 banding 1.
Apa yang salah dengan ini? Tidak ada yang salah sampai Anda membaca poin selanjutnya.

Programmer Jual Mahal

Diakui atau tidak, hampir semua programmer profesional mengetahui data tentang permintaan pasar yang tinggi itu. Dan iya, programmer jual mahal. Ini yang pada akhirnya membuat programmer pikirannya ke mana-mana. Sangat sulit mengontrol programmer.

Programmer Dipenuhi Oleh Orang-orang yang Well Educated

Programmer, hampir setiap hari buka Google, mencerna banyak informasi yang berlalu lalang. Bagaimana dikatakan tidak well educated?Mereka mengerti bisnis, mengerti peluang, mengerti apa itu startup. Sampai di sini kecenderungan programmer untuk bergerak sendiri sangatlah tinggi. Dan ini berhubungan dengan poin selanjutnya.

Menjamurnya Semangat Entrepreneur

Sudah well educated, ditambah lagi dengan foto-foto mewah kantor Google dan Facebook yang bertebaran di mana-mana. Semangat membangun usaha sendiri juga tinggi.
Mayoritas programmer ingin jadi pemilik perusahaan.

Regenerasi Lambat

Klasifikasi programmer itu harus kuat logika, mengerti permasalahan dan solusinya, kreatif, kebal dengan pekerjaan yang menuntut banyak hal, di bawah tekanan.
Dengan klasifikasi tersebut, tidak mudah mencari programmer handal, ini fakta. Seperti yang sering saya dengar dari kawan-kawan pendiri startup yang saya kenal. Sampai-sampai mereka membuat event untuk mengusik para programmer yang menikmati kesendirian di sudut-sudut kamar. Hasilnya tetap tidak sesuai harapan.
Adalah masalah ketika tahu bahwa mayoritas programmer bersemangat mendirikan perusahaan sendiri, dan dibarengi dengan regenerasi yang lambat. Ini tantangan yang tidak ringan yang pasti di hadapi perusahaan web service.
* * *
Sebenarnya ada solusi dari semua itu. Dana. Klise memang. Di Amerika sudah biasa terjadi transaksi di belakang layar. ‘Menculik’ programmer dari perusahaan lain. Sudah biasa karyawan Google pindah ke Facebook, atau Dropbox, atau Valve.
Programmer mana yang tidak tergiur dengan gaji di Facebook atau Google? Saya pikir ketika sudah disuapi dengan gaji setinggi itu, hilang sudah keinginannya membangun usaha sendiri. Sudah merasa cukup.
Kalaupun seandainya ada dana, saya masih berpikir untuk tidak melanjutkan web service. Waktu, tenaga, pikiran, dan uang yang ada tetap tersita, persis seperti yang saya tulis di atas. Web service tidak seperti kebanyakan service/jasa pada umumnya. Kalau ada dana, yang ada justru saya gunakan untuk membangun startup yang berkaitan dengan web development, ini lebih realistis.
* * *
Oke, setelah meninggalkan web service, apa yang akan saya lakukan sekarang? Keran pemasukan harus tetap mengalir dan dibuat sederas mungkin, ditambah dengan keinginan Abah yang mempunyai pemasukan minimum.
Saya melakukan cukup banyak filter terhadap jenis bisnis yang cenderung mudah untuk dikerjakan. Artinya tidak menyita terlalu banyak hal (waktu, tenaga, pikiran, dan uang). Kalaupun harus menyita, cukuplah salah satunya. Supaya ada ruang gerak yang bisa saya maksimalkan untuk investasi akhirat.
Dari sekian banyak jenis bisnis yang saya filter (termasuk beberapa juga yang sedang saya jalankan), diputuskan bahwa saya dan istri hanya fokus pada 2 bisnis:
  1. Online shop
  2. Bisnis konten
Online Shop

Bisnis yang sudah saya bangun sejak lama. Sudah banyak asset di sini. Dan Alhamdulillah juga banyak membantu berbagai macam kebutuhan. Omzet yang lumayan. Hanya saja perlu ditata ulang supaya lebih efektif (memberi ruang gerak pada kami). Toko online dikerucutkan pada penjualan:
  1. Buku (populer & best seller) via SEO
  2. Aksesoris (tas, sepatu) via Facebook
  3. Fashion (gamis, jilbab) via Facebook
  4. Kosmetik / Kewanitaan via Facebook & BBM
Empat poin di atas mempunyai nilai transaksi yang amat sangat banyak. Yang semua dikerjakan oleh istri saya (mungkin dalam waktu dekat segera hire beberapa CS). Saya hanya terlibat dalam proses optimasi.
Bisnis Konten
Spesifiknya adalah sebagai Publisher (Medianet, AdSense, AdPlus, dll). Saya pilih ini karena semua pekerjaan bisa selesai dengan efektif. Produksi konten bisa terpenuhi dengan hire beberapa penulis. Proses marketing bisa selesai dengan paid traffic. Tentu ada strategi yang saya bangun supaya hasil bisa sesuai harapan.
Dalam beberapa bulan terakhir, saya membuat 4 situs yang semuanya akan dijadikan situs authority yang fokus pada quality.
Di sini, praktis, waktu, tenaga, dan pikiran tidak tersita. Hanya uang yang perlu disiapkan. Dan Alhamdulillah ada dari hasil tabungan, online shop yang dijalankan istri, dan anggota keluarga yang tertarik menggeluti bisnis ini, juga dari Publisher ini sendiri yang sudah menghasilkan.

Penutup

Ya, ini adalah salah satu keputusan terbesar yang pernah saya buat. Tidak sedikit yang mempertanyakan hal ini saat masih menjadi wacana dan rencana. Termasuk dari kawan-kawan di komunitas.

ntinya adalah saya terngiang-ngiang dengan 1476 H. Apa yang sudah saya persiapkan untuk diri saya dan keluarga saya dalam menyambut kedatangan Imam (entah saya, anak saya, cucu saya, atau keturunan ke sekian) yang kemudian disusul menghadap padaNya. Saya ingin mempersiapkan hal ini secara maksimal, seperti saya maksimal dalam urusan-urusan dunia.
Hari-hari ke depan akan kami (sekeluarga) gunakan untuk mengabdi pada masyarakat (mohon doanya), lebih intens terhadap Al Qur’an untuk diri kami, anak-anak kami, dan orang-orang yang mau tergabung dalam program-program yang kami buat. Saya (dan beberapa teman) membangun komunitas bisnis dan Quran gratis untuk anak-anak muda Pesantren Sintesa. Saudara-saudara saya yang lain memilih jalannya masing-masing dalam mengabdi. (Visi Misi Keluarga Dakwah).
* * *
Saya masih sebagai programmer untuk diri saya sendiri (dan mungkin untuk kebutuhan ummat yang mendesak), tapi saya sudah tidak menerima siapa saja yang meminta saya melakukan pekerjaan itu. Saya berhenti dari web service, tidak berhenti dari web development. Saya masih terus melanjutkan karya di bidang ini.
Selamat tinggal web service, itu adalah hari-hari yang panjang dan penuh kenangan bersamamu :)


=======================================================================

Setelah  membaca ini, saya sadar, bahwa saya sudah banyak lupa tentang apa sebenarnya tujuan saya semua, Ummat. Demi kelangsungan Islam...

Membaca artikel berikut membuat saya bergidik, seberapa besar kontribusi anda untuk umat ini, juga umur dunia yang semakin tak lama lagi. Takut...

Insya Allah saya akan terus melanjutkan membuat aplikasi Islam untuk Muslim, yang saat ini terlupakaan karena individualis project saya, dan semoga tidak ada perasaan riya sama juga jgn sampai ada Perasaan itu di hati saya.

Artikel islami tetap tertulis di blog, dan saya selalu berkata dan berharap, semoga itu menjadi suatu ladang amal dan ilmu bagi pembaca nya.

Pertanyaan saat ini adalah, "sudah seberapa besar kontribusi kamu ke umat?".

Semoga tulisan ini juga bermanfaat untuk pembaca lainnya.

"Jika kamu lupa tentang ketakutan akan dunia akhirat kelak, Ulanglah untuk membaca tulisan ini Luthfan.."

No comments:

Post a Comment

Your Comment is Our Order, Your Majesty