Segala puji yang terbaik hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat
ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah
mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka.
Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali
terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini.
Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.
Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah
kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar mereka bisa
menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri
kepahaman.
Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan
menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al
Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang
disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa
yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?”
Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal
Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa
lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan
bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau
bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya
Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan
besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya
seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas
kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali
padanya.”[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia
dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang
tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan
akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak
terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan
siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di
dalamnya.
Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah
panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih
parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja
yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah
jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang
haram.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا
بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا
أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا
وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ،
وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ
»
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu
kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis
tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau
meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”.
Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan
pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar
ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai
pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya
memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan
Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ
الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ «
الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang
laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat
Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari
no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » .
فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً
وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ
امْرَأَتِكَ »
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan
kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan
haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.”
Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama
isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah
(suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita
(yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka
barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya
maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh
sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan mahram tidak boleh bermalam di
rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada
mahramnya.” (HR. Muslim no. 2171)
Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj
Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj
seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu
‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.”
Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap
hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1]
Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia
dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain
untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti
punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan
sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria
Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri
Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun
illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun
berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya
di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Keenam: Wanita Hendaklah Betah Tinggal Di Rumah
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wanita itu adalah
aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata
laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih)
Dalam ajaran Islam pun, shalat wanita lebih baik di rumah. Dari
‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى
حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى
بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada
shalatnya di kamarnya, dan shalat seorang wanita di rumahnya yang kecil
lebih utama baginya daripada dirumahnya.” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.”
(HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
hasan dengan berbagai penguatnya)
Ketujuh: Hendaklah Wanita Menjalani Berbagai Adab Ketika Keluar Rumah
Di antara adab yang mesti diperhatikan oleh wanita adalah:
Pertama: Tidak memakai harum-haruman ketika keluar rumah.
Dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ
“Apabila seorang wanita memakai wewangian, lalu keluar menjumpai
orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka wanita itu adalah
wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/413. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini jayyid)
Kedua: Hendaklah wanita benar-benar menutup aurat dengan sempurna ketika memasuki rumah yang terdapat kaum laki-laki
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan
kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Manshur dari Salim bin Abu Al Ja’d
dari Abu Al Malih Al Hudzali bahwa para wanita dari penduduk Himsha
pernah meminta izin untuk menemui ‘Asiyah, maka dia berkata; “Mungkin
kalian adalah para wanita yang suka masuk ke pemandian umum, saya pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِى غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ
“Wanita mana pun yang meletakkan pakaiannya di selain rumah suaminya,
maka ia telah menghancurkan tirai antara dia dan Allah.” (HR. Ibnu Majah
no. 3750. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketiga: Hendaklah wanita berhias diri dengan sifat malu
Allah Ta’ala berfirman mengenai para wanita yang mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshshosh: 25)
Keempat: Tidak bercampur baur dengan para pria
Allah Ta’ala menceritakan mengenai dua wanita yang mendatangi Musa,
وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا
قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang
sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan
berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat
meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut
umurnya“. (QS. Al Qoshshosh: 23)
Kedelapan: Menghindari Jabat Tangan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Lebih baik kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum
dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR.
Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat As
Silsilah Ash Shohihah 226)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ
مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu
yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan
melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan
berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki
adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan
berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau
mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925). Jika kita melihat
pada hadits ini, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan
mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan
jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul:
“apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”[4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan tidak menyalami
wanita –non mahrom- dalam kondisi yang seharusnya beliau dituntut
bersalaman sekalipun semacam baiat.
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Muhammad bin Al Munkadir dari
Umaimah binti Ruqaiqah berkata; “Aku menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ketika para wanita membaiatnya untuk Islam. Kami
mengatakan; ‘Wahai Rasulullah, kami membaiatmu untuk tidak menyekutukan
Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh
anak-anak kami, tidak mendatangi kejahatan yang telah kami lakukan
antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak bermaksiat terhadap anda
dalam kebaikan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menambahkan: “Semampu dan sekuat kalian.” Umaimah berkata, “Kami
menyahutnya, “Allah dan Rasul-Nya lebih kami sayangi daripada diri kami.
Wahai Rasulullah, kemarilah, kami akan membaiatmu.” Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ
كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ
وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku
terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang
wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.” (HR. Malik 2/982.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kesembilan: Hendaknya Wanita Meninggalkan Tutur Kata yang Mendayu-dayu
Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang
baik.” (QS. Al Ahzab: 32) Yang dimaksudkan “janganlah kamu tunduk dalam
berbicara”, As Sudi mengatakan, “Janganlah wanita mendayu-dayukan
kata-katanya ketika bercakap-cakap dengan kaum pria.”[5]
Inilah beberapa jalan yang jika dijalankan dengan baik akan menjauhkan
kita dari pebuatan zina yang keji. Hanya Allah yang memberi taufik bagi
siapa saja yang mau merenungkan hal ini.[6]
Selesai disusun atas nikmat Allah di Panggang-GK, 19 Jumadil Awwal 1431 H (03/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel muslim.or.id
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.
[4] Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i, hal. 41, Muassasah Ar Royan
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 6/409, Dar Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H.
[6] Pembahasan ini banyak kami sarikan dari penjelasan Syaikh Musthofa
Al ‘Adawi dalam risalah beliau “Wa laa taqrobuz zinaa”, Daar Majid
‘Asiiri.
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty