Jadi belakangan ini banyak banget ojek-ojek online yang bisa dibahas melalui hp ato smartphone2 kesayangan anda.
gw nggak mau bahas hp dan ojek2 nya.
Tp ada percakapan menarik yang gw dapet pas ngelewati sekumpulan emak-emak yang sedang bergosip ria pas gw berangkat ke kantor.
Sederhananya, gw mendengar secara nggak sengaja.
semula gosip memang seperti biasa, not interesting especially for me, secara gosip emak-emak emang nggak jauh-jauh dari hal-hal umum.
Tapi semua berubah saat negara api menyerang.
salah satu emak ngomong "kalo GREBEK mah nggak kek begitu".
grebek..
grebek...
cara bacanya seperti huruf e pada kata 'bebek' dan bukan pada kata 'gendut'..
Gw mikir selama 5 detik baru gw sadar kalo maksud ntu emak-emak adalah "GRAB-BIKE".
Oh well...
Rasanya gw langsung sadar kalo cewe yang udah berubah jadi emak-emak, akalnya agak luntur beberapa persen dari IQ nya.
Keknya sih..
Sunday, October 25, 2015
Aoi Tada - Yake Ochinai Tsubasa (灼け落ちない翼) Lyrics
Nice Song from Charlotte Ending T_T
Much Feels..
Yake Ochinai Tsubasa
Wings that Never be Burned Down
灼け落ちない翼
Aoi Tada ( 多田葵 )
Japan
見渡せる場所に
今朝は辿り着く
遠く線路が伸びる
こびりついた土
踵から落とし
歩いた距離を測ってみたり
前髪を揺らすように
風が強く吹いたら
もう何も迷わない
世界の果てさえ
僕らは知らない
悲しまず生きる
術も持ってない
目指すこの先に
待ってる勇気
それを手にしたら
終わる夢を見た
色んな挨拶
繰り返してきた
並ぶ白い歯は同じ
大げさなバッグ
まだからっぽだけど
たいしているものなんかなかった
両膝を地に着くと
また風がざわめいて
僕の背中を押す
空が変わり果て
僕らは眠る
明日への架け橋
なんとか渡って
本当の強さを
誰も持ってない
目覚めたらすぐに
今日も歩き出そう
そろそろ
ご飯の支度をしなきゃ
倒れてしまう前に
水を靴ですくって飲んだ
だらしなくなる
ひとりだと
前髪を揺らすほど
風が強く吹いたら
ここを離れる合図
世界の果てさえ
僕らは知らない
悲しまず生きる
術も持ってない
目指すこの先に
待ってる勇気
それを手にしたら
終わる夢を見た
空が変わり果て
星は巡ってゆく
目覚めたらすぐに
今日も歩き出そう
Romanized
Miwataseru basho ni
Kesa wa tadoritsuku
Tooku senro ga nobiru
Kobiritsuita tsuchi
Kakato kara otoshi
Aruita kyori wo hakatte mitari
Maegami wo yurasu youni
Kaze ga tsuyoku fuitara
Mou nani mo mayowanai
Sekai no hate sae
Bokura wa shiranai
Kanashimazu ikiru
Sube mo mottenai
Mezasu kono saki ni
Matteru yuuki
Sore wo te ni shitara
Owaru yume wo mita
Ironna aisatsu
Kurikaeshite kita
Narabu shiroi ha wa onaji
Oogesa na BAGGU
Mada karappo dakedo
Taishite iru mono nanka nakatta
Ryou hiza wo chi ni tsuku to
Mata kaze ga zawameite
Boku no senaka wo osu
Sora ga kawarihate
Bokura wa nemuru
Ashita e no kakehashi
Nantoka watatte
Hontou no tsuyosa wo
Dare mo mottenai
Mezametara sugu ni
Kyou mo arukidasou
Sorosoro
Gohan no shitaku wo shinakya
Taorete shimau mae ni
Mizu wo kutsu de sukutte nonda
Darashinaku naru
Hitori da to
Maegami wo yurasu hodo
Kaze ga tsuyoku fuitara
Koko wo hanareru aizu
Sekai no hate sae
Bokura wa shiranai
Kanashimazu ikiru
Sube mo mottenai
Mezasu kono saki ni
Matteru yuuki
Sore wo te ni shitara
Owaru yume wo mita
Sora ga kawarihate
Hoshi wa megutte yuku
Mezametara sugu ni
Kyou mo arukidasou
English
This morning has been arrived
upon the place I can look over
Distant railway track is extended
Clean the clinging dirt off my heels
Then I try to measure
how far I've been walking
If the wind strongly blows
as if strokes my bangs, that's mean
No need to hesitate anymore
We don't even know
where's the end line of the world
We also don't have
the way to live without regret
What we'd chase after this
is a long awaited courage
If we could obtain it,
we'd see the end of our dream
Various greetings keep repeating
Lined-up white teeth of smile
still also the same
This big bag of mine is still empty
Because I've nothing precious
to bring
Once both of my knees have arrived
upon the ground, once again
the rustle of wind pushes my back to move
The color of sky changes,
and we fall asleep
I believe, somehow we could
cross over the bridge of tomorrow
No one ever brings
the genuine strength
Once you've awaken,
Let's walk together again today
Soon,
I must prepare the meals
Before I collapse,
I drank the water
I've scooped with my shoe
How careless person, you said
If the wind strongly blows
to the extend it could strokes my bangs,
that's a sign to move on from here
We don't even know
where's the end line of the world
We also don't have
the way to live without regret
What we'd chase after this
is a long awaited courage
If we could obtain it,
we'd see the end of our dream
The color of sky changes,
and stars keep rotating
Once you've awaken,
Let's walk together again today
Source : http://dreamslandlyrics.blogspot.co.id
Tuesday, October 20, 2015
Hukum Mastubarsi menurut Islam
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kalangan remaja atau dewasa tidak sedikit yang kecanduan dengan onani. Remaja yang pergaulannya tidak karuan, atau pasutri yang saling berjauhan, banyak yang mengambil onani sebagai solusi untuk memenuhi hasrat seksual. Bahasan kali ini akan meninjau bagaimana pandangan Islam mengenai onani (masturbasi).
Mengenal Istilah “الاستمناء”
Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya.
Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.
Wasilah (Perantara) Onani
Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau cara bercumbu lainnya, bisa pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita akan mengulas ketiga cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah seperti dengan menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara diraba-raba atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan. Pengaruh onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.
Hukum Onani
Onani dengan hanya sekedar untuk membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31). Orang yang melampaui batas adalah orang yang zholim dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami bercumbu selain pada istri atau hamba sahayanya. Selain itu diharamkan. Namun, menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya dijauhi).
Jika onani dilakukan untuk menekan syahwat dan takut akan terjerumus zina, maka itu boleh secara umum, bahkan ada yang mengatakan wajib. Karena kondisi seperti ini berarti melakukan yang terlarang di saat darurat atau mengerjakan tindakan mudhorot yang lebih ringan.
Imam Ahmad dalam pendapat lainnya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan berpuasa.
Ulama Malikiyah memiliki dua pendapat. Ada yang mengatakan boleh karena alasan kondisi darurat. Ada yang berpendapat haram karena adanya pengganti yaitu dengan berpuasa.
Ulama Hanafiyah seperti Ibnu ‘Abidin berpendapat bahwa jika ingin melepaskan diri dari zina, maka onani wajib dilakukan.
Dari berbagai pendapat yang ada, penulis menilai pendapat yang menyatakan onani itu haram lebih kuat seperti pandangan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Karena syahwat tidak selamanya dibendung dengan onani. Dengan sering berpuasa yaitu puasa sunnah akan mudah membendung tingginya syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)
Onani Melalui Istri
Mayoritas ulama menilai bolehnya onani jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), seperti mengeluarkan mani dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).
Namun ulama lainnya mengatakan perilaku onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al Qodi disebutkan, “Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan tangannya, hukumnya makruh, walau suami mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (menumpahkan mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”
Wajib Mandi Setelah Onani
Para ulama sepakat bahwa yang melakukan onani wajib mandi (janabah atau junub) jika mani keluar dengan terasa nikmat dan memancar. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak memandang jika mani keluar tanpa terasa nikmat dan memancar. Asalkan keluar mani saat onani, mereka nyatakan tetap wajib mandi. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang tidak masyhur dalam madzhab Malikiyah.
Sedangkan jika melakukan onani dan ia menahan mani agar tidak keluar, maka tidak diwajibkan mandi. Karena wajibnya mandi di sini dikaitkan dengan melihat ataukah tidak.
Pengaruh Onani pada Puasa
Onani dengan tangan membatalkan puasa menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali dan sebagian besar ulama Hanafiyah. Karena penetrasi tanpa keluar mani saja membatalkan puasa. Maka tentu saja jika keluarnya mani dengan syahwat jelas membatalkan puasa. Jika puasanya batal, hal ini tidak disertai adanya kafaroh seperti jima’ (senggama) saat puasa karena tidak ada dalil yang mewajibkan adanya kafaroh. Demikian pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Bahaya Onani dari Sisi Kesehatan
Ejakulasi dini atau terlalu cepat selesai ketika melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Ketika melakukan onani, biasanya orang cenderung melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat segera mencapai orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan sistem syaraf untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan hasilnya adalah ejakulasi dini.
Gairah seks yang lemah ketika sudah berumah tangga. Keinginan untuk melakukan hubungan seks kadang sangat rendah karena sudah terbiasa melakukan onani ketika masih muda.
Orang-orang zaman dulu menyebut onani yang berlebihan akan menyebabkan kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal porno dan orientasi pikiran selalu negatif.
Badan jadi kurus dan lemah. Karena pikiran selalu negatif dan berpikir yang porno-porno membuat banyak energi yang terkuras. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurus kering.
Sulit menikmati hubungan seks yang sebenarnya bersama wanita. Karena sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks secara manual atau onani. Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari tangan menjadi tidak responsif terhadap rangsangan dari vagina.
Perasaan bersalah karena terlalu sering onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.
Bagi wanita muda yang senang masturbasi atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.
Mengalami impotensi atau gagal ereksi ketika berhubungan. Orang yang melakukan onani sudah terbiasa menciptakan rangsangan yang bersifat mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat penis tidak terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang sebenarnya.
Jadi sering melamun dan pikiran selalu negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas. (Sumber: seksualitas.net)
Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a. (Sumber: islamweb)
Solusi yang bisa dirinci:
Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah, untuk berhenti dari onani selamanya.
Harus memiliki tekad, kemauan, dan motivasi yang kuat dari diri sendiri.
Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa Anda menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi gratis, kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma. Baca artikel rumaysho.com: Pengaruh Teman Bergaul yang Baik.
Sibukkan diri dengan beribadah terutama banyak melakukan puasa sunnah karena puasa akan mudah mengekang syahwat. Sibukkan diri pula dengan menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan membaca Alquran serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
Jika Anda “hobi beronani”, berhati-hatilah atau waspadalah dengan kanker prostat! Sebab, hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia antara 20-30 tahun yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena kanker prostat sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan, kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar prostat, disebabkan karena sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di luar kendali.
Hindari melihat tontonan, tayangan, gambar, video, yang “syur”, “aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi, VCD, DVD, dsb. Hindari juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu seksual”.
Sadarilah bahwa onani hanya akan menghabiskan energi dan waktu Anda yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk melakukan hal-hal lainnya yang bermanfaat. (Diolah dan diringkas dari: netsains.com)
Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang halal, lalu ingatlah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Wallahu waliyyut taufiq. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
* Bahasan di atas sebagian besar disarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, pada index kata ‘الاستمناء’, juz ke-4, hal. 97-102.
@ Sabic Lab, Riyadh KSA
rumaysho.com
Kalangan remaja atau dewasa tidak sedikit yang kecanduan dengan onani. Remaja yang pergaulannya tidak karuan, atau pasutri yang saling berjauhan, banyak yang mengambil onani sebagai solusi untuk memenuhi hasrat seksual. Bahasan kali ini akan meninjau bagaimana pandangan Islam mengenai onani (masturbasi).
Mengenal Istilah “الاستمناء”
Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya.
Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.
Wasilah (Perantara) Onani
Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau cara bercumbu lainnya, bisa pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita akan mengulas ketiga cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah seperti dengan menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara diraba-raba atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan. Pengaruh onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.
Hukum Onani
Onani dengan hanya sekedar untuk membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31). Orang yang melampaui batas adalah orang yang zholim dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami bercumbu selain pada istri atau hamba sahayanya. Selain itu diharamkan. Namun, menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya dijauhi).
Jika onani dilakukan untuk menekan syahwat dan takut akan terjerumus zina, maka itu boleh secara umum, bahkan ada yang mengatakan wajib. Karena kondisi seperti ini berarti melakukan yang terlarang di saat darurat atau mengerjakan tindakan mudhorot yang lebih ringan.
Imam Ahmad dalam pendapat lainnya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan berpuasa.
Ulama Malikiyah memiliki dua pendapat. Ada yang mengatakan boleh karena alasan kondisi darurat. Ada yang berpendapat haram karena adanya pengganti yaitu dengan berpuasa.
Ulama Hanafiyah seperti Ibnu ‘Abidin berpendapat bahwa jika ingin melepaskan diri dari zina, maka onani wajib dilakukan.
Dari berbagai pendapat yang ada, penulis menilai pendapat yang menyatakan onani itu haram lebih kuat seperti pandangan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Karena syahwat tidak selamanya dibendung dengan onani. Dengan sering berpuasa yaitu puasa sunnah akan mudah membendung tingginya syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)
Onani Melalui Istri
Mayoritas ulama menilai bolehnya onani jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), seperti mengeluarkan mani dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).
Namun ulama lainnya mengatakan perilaku onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al Qodi disebutkan, “Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan tangannya, hukumnya makruh, walau suami mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (menumpahkan mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”
Wajib Mandi Setelah Onani
Para ulama sepakat bahwa yang melakukan onani wajib mandi (janabah atau junub) jika mani keluar dengan terasa nikmat dan memancar. Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak memandang jika mani keluar tanpa terasa nikmat dan memancar. Asalkan keluar mani saat onani, mereka nyatakan tetap wajib mandi. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang tidak masyhur dalam madzhab Malikiyah.
Sedangkan jika melakukan onani dan ia menahan mani agar tidak keluar, maka tidak diwajibkan mandi. Karena wajibnya mandi di sini dikaitkan dengan melihat ataukah tidak.
Pengaruh Onani pada Puasa
Onani dengan tangan membatalkan puasa menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali dan sebagian besar ulama Hanafiyah. Karena penetrasi tanpa keluar mani saja membatalkan puasa. Maka tentu saja jika keluarnya mani dengan syahwat jelas membatalkan puasa. Jika puasanya batal, hal ini tidak disertai adanya kafaroh seperti jima’ (senggama) saat puasa karena tidak ada dalil yang mewajibkan adanya kafaroh. Demikian pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Bahaya Onani dari Sisi Kesehatan
Ejakulasi dini atau terlalu cepat selesai ketika melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Ketika melakukan onani, biasanya orang cenderung melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat segera mencapai orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan sistem syaraf untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan hasilnya adalah ejakulasi dini.
Gairah seks yang lemah ketika sudah berumah tangga. Keinginan untuk melakukan hubungan seks kadang sangat rendah karena sudah terbiasa melakukan onani ketika masih muda.
Orang-orang zaman dulu menyebut onani yang berlebihan akan menyebabkan kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal porno dan orientasi pikiran selalu negatif.
Badan jadi kurus dan lemah. Karena pikiran selalu negatif dan berpikir yang porno-porno membuat banyak energi yang terkuras. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurus kering.
Sulit menikmati hubungan seks yang sebenarnya bersama wanita. Karena sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks secara manual atau onani. Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari tangan menjadi tidak responsif terhadap rangsangan dari vagina.
Perasaan bersalah karena terlalu sering onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.
Bagi wanita muda yang senang masturbasi atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.
Mengalami impotensi atau gagal ereksi ketika berhubungan. Orang yang melakukan onani sudah terbiasa menciptakan rangsangan yang bersifat mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat penis tidak terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang sebenarnya.
Jadi sering melamun dan pikiran selalu negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas. (Sumber: seksualitas.net)
Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a. (Sumber: islamweb)
Solusi yang bisa dirinci:
Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah, untuk berhenti dari onani selamanya.
Harus memiliki tekad, kemauan, dan motivasi yang kuat dari diri sendiri.
Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa Anda menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi gratis, kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma. Baca artikel rumaysho.com: Pengaruh Teman Bergaul yang Baik.
Sibukkan diri dengan beribadah terutama banyak melakukan puasa sunnah karena puasa akan mudah mengekang syahwat. Sibukkan diri pula dengan menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan membaca Alquran serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
Jika Anda “hobi beronani”, berhati-hatilah atau waspadalah dengan kanker prostat! Sebab, hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia antara 20-30 tahun yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena kanker prostat sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan, kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar prostat, disebabkan karena sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di luar kendali.
Hindari melihat tontonan, tayangan, gambar, video, yang “syur”, “aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi, VCD, DVD, dsb. Hindari juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu seksual”.
Sadarilah bahwa onani hanya akan menghabiskan energi dan waktu Anda yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk melakukan hal-hal lainnya yang bermanfaat. (Diolah dan diringkas dari: netsains.com)
Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang halal, lalu ingatlah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Wallahu waliyyut taufiq. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
* Bahasan di atas sebagian besar disarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, pada index kata ‘الاستمناء’, juz ke-4, hal. 97-102.
@ Sabic Lab, Riyadh KSA
rumaysho.com
9 Kiat Agar Tidak Terjerumus dalam Kelamnya Zina
Segala puji yang terbaik hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.
Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar mereka bisa menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri kepahaman.
Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.
Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan
Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan mahram tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada mahramnya.” (HR. Muslim no. 2171)
Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj
Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria
Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Keenam: Wanita Hendaklah Betah Tinggal Di Rumah
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih)
Dalam ajaran Islam pun, shalat wanita lebih baik di rumah. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di kamarnya, dan shalat seorang wanita di rumahnya yang kecil lebih utama baginya daripada dirumahnya.” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya)
Ketujuh: Hendaklah Wanita Menjalani Berbagai Adab Ketika Keluar Rumah
Di antara adab yang mesti diperhatikan oleh wanita adalah:
Pertama: Tidak memakai harum-haruman ketika keluar rumah.
Dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ
“Apabila seorang wanita memakai wewangian, lalu keluar menjumpai orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka wanita itu adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/413. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)
Kedua: Hendaklah wanita benar-benar menutup aurat dengan sempurna ketika memasuki rumah yang terdapat kaum laki-laki
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Manshur dari Salim bin Abu Al Ja’d dari Abu Al Malih Al Hudzali bahwa para wanita dari penduduk Himsha pernah meminta izin untuk menemui ‘Asiyah, maka dia berkata; “Mungkin kalian adalah para wanita yang suka masuk ke pemandian umum, saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِى غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ
“Wanita mana pun yang meletakkan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka ia telah menghancurkan tirai antara dia dan Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 3750. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketiga: Hendaklah wanita berhias diri dengan sifat malu
Allah Ta’ala berfirman mengenai para wanita yang mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshshosh: 25)
Keempat: Tidak bercampur baur dengan para pria
Allah Ta’ala menceritakan mengenai dua wanita yang mendatangi Musa,
وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya“. (QS. Al Qoshshosh: 23)
Kedelapan: Menghindari Jabat Tangan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Lebih baik kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat As Silsilah Ash Shohihah 226)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925). Jika kita melihat pada hadits ini, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul: “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”[4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan tidak menyalami wanita –non mahrom- dalam kondisi yang seharusnya beliau dituntut bersalaman sekalipun semacam baiat.
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Muhammad bin Al Munkadir dari Umaimah binti Ruqaiqah berkata; “Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika para wanita membaiatnya untuk Islam. Kami mengatakan; ‘Wahai Rasulullah, kami membaiatmu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak mendatangi kejahatan yang telah kami lakukan antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak bermaksiat terhadap anda dalam kebaikan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan: “Semampu dan sekuat kalian.” Umaimah berkata, “Kami menyahutnya, “Allah dan Rasul-Nya lebih kami sayangi daripada diri kami. Wahai Rasulullah, kemarilah, kami akan membaiatmu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.” (HR. Malik 2/982. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kesembilan: Hendaknya Wanita Meninggalkan Tutur Kata yang Mendayu-dayu
Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32) Yang dimaksudkan “janganlah kamu tunduk dalam berbicara”, As Sudi mengatakan, “Janganlah wanita mendayu-dayukan kata-katanya ketika bercakap-cakap dengan kaum pria.”[5]
Inilah beberapa jalan yang jika dijalankan dengan baik akan menjauhkan kita dari pebuatan zina yang keji. Hanya Allah yang memberi taufik bagi siapa saja yang mau merenungkan hal ini.[6]
Selesai disusun atas nikmat Allah di Panggang-GK, 19 Jumadil Awwal 1431 H (03/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel muslim.or.id
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.
[4] Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i, hal. 41, Muassasah Ar Royan
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 6/409, Dar Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H.
[6] Pembahasan ini banyak kami sarikan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam risalah beliau “Wa laa taqrobuz zinaa”, Daar Majid ‘Asiiri.
Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.
Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar mereka bisa menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri kepahaman.
Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.
Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan
Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan mahram tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada mahramnya.” (HR. Muslim no. 2171)
Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj
Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria
Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Keenam: Wanita Hendaklah Betah Tinggal Di Rumah
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih)
Dalam ajaran Islam pun, shalat wanita lebih baik di rumah. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di kamarnya, dan shalat seorang wanita di rumahnya yang kecil lebih utama baginya daripada dirumahnya.” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya)
Ketujuh: Hendaklah Wanita Menjalani Berbagai Adab Ketika Keluar Rumah
Di antara adab yang mesti diperhatikan oleh wanita adalah:
Pertama: Tidak memakai harum-haruman ketika keluar rumah.
Dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ
“Apabila seorang wanita memakai wewangian, lalu keluar menjumpai orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka wanita itu adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/413. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)
Kedua: Hendaklah wanita benar-benar menutup aurat dengan sempurna ketika memasuki rumah yang terdapat kaum laki-laki
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Manshur dari Salim bin Abu Al Ja’d dari Abu Al Malih Al Hudzali bahwa para wanita dari penduduk Himsha pernah meminta izin untuk menemui ‘Asiyah, maka dia berkata; “Mungkin kalian adalah para wanita yang suka masuk ke pemandian umum, saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِى غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ
“Wanita mana pun yang meletakkan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka ia telah menghancurkan tirai antara dia dan Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 3750. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketiga: Hendaklah wanita berhias diri dengan sifat malu
Allah Ta’ala berfirman mengenai para wanita yang mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshshosh: 25)
Keempat: Tidak bercampur baur dengan para pria
Allah Ta’ala menceritakan mengenai dua wanita yang mendatangi Musa,
وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya“. (QS. Al Qoshshosh: 23)
Kedelapan: Menghindari Jabat Tangan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Lebih baik kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat As Silsilah Ash Shohihah 226)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925). Jika kita melihat pada hadits ini, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul: “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”[4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan tidak menyalami wanita –non mahrom- dalam kondisi yang seharusnya beliau dituntut bersalaman sekalipun semacam baiat.
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Muhammad bin Al Munkadir dari Umaimah binti Ruqaiqah berkata; “Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika para wanita membaiatnya untuk Islam. Kami mengatakan; ‘Wahai Rasulullah, kami membaiatmu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak mendatangi kejahatan yang telah kami lakukan antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak bermaksiat terhadap anda dalam kebaikan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan: “Semampu dan sekuat kalian.” Umaimah berkata, “Kami menyahutnya, “Allah dan Rasul-Nya lebih kami sayangi daripada diri kami. Wahai Rasulullah, kemarilah, kami akan membaiatmu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.” (HR. Malik 2/982. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kesembilan: Hendaknya Wanita Meninggalkan Tutur Kata yang Mendayu-dayu
Allah Ta’ala berfirman,
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32) Yang dimaksudkan “janganlah kamu tunduk dalam berbicara”, As Sudi mengatakan, “Janganlah wanita mendayu-dayukan kata-katanya ketika bercakap-cakap dengan kaum pria.”[5]
Inilah beberapa jalan yang jika dijalankan dengan baik akan menjauhkan kita dari pebuatan zina yang keji. Hanya Allah yang memberi taufik bagi siapa saja yang mau merenungkan hal ini.[6]
Selesai disusun atas nikmat Allah di Panggang-GK, 19 Jumadil Awwal 1431 H (03/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel muslim.or.id
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.
[4] Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i, hal. 41, Muassasah Ar Royan
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 6/409, Dar Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H.
[6] Pembahasan ini banyak kami sarikan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam risalah beliau “Wa laa taqrobuz zinaa”, Daar Majid ‘Asiiri.
Kerugian Karena Zina
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid diin.
Fenomena yang menjamur di kalangan muda-mudi saat ini, yang sulit terelakkan lagi adalah perzinaan, sebelum mendapat label sah sebagai pasangan suami istri. Hal ini sudah dianggap biasa di tengah-tengah masyarakat kita. Si wanita dengan menahan malu telah memiliki isi dalam perutnya. Namun masalah yang timbul adalah bolehkah wanita tersebut dinikahi ketika ia dalam kondisi hamil? Lalu apa akibat selanjutnya dari perbuatan zina semacam ini.
Semoga artikel sederhana berikut ini bisa memberikan pencerahan kepada orang-orang yang ingin mencari kebenaran. Hanya Allah yang beri taufik.
Bahaya Zina
Allahh Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Namun itulah yang terjadi jika hal ini dilanggar, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Terjerumuslah dalam dosa besar zina karena tidak mengindahkan berbagai jalan yang dapat mengantarkan pada zina seperti bentuk pacaran yang dilakukan muda-mudi saat ini. Jadilah di antara mereka hamil di luar nikah.
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina
Ada beberapa fatwa ulama yang kami temukan, di antaranya adalah Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah no. 9644 mengenai syarat menikahi wanita yang dizinai, tanggal Fatwa 23 Jumadil Ula 1422 H.
Pertanyaan:
هل يجوز لشخص أن يتزوج من إمرأة زانية وهو يعلم أنها زنت قبل أن يتزوجها، وهو يريد أن يستر عليها لأنها قريبته، وأرجو الإفادة منكم ، هل يمكن معرفة المفتي . شكرا
Apakah boleh seseorang menikahi wanita yang dizinai dan ia tahu bahwa wanita tersebut betul telah dizinai sebelum menikahinya. Ia ingin menutup aibnya dengan menikahinya karena wanita tersebut masih kerabatnya. Aku ingin jawaban dari kalian mengenai hal ini. Apakah hal ini mungkin? Syukron.
Jawaban:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:
فإن الزواج من الزانية مختلف فيه ، فمن العلماء من يقول بصحته، ومنهم من يقول بمنعه ، وممن قال بمنعه الإمام أحمد، وهو قول يشهد له ظاهر الآية الكريمة ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين ) [النور:3]
وعليه فلا يجوز لمن علم من امرأة أنها تزني أن يتزوجها إلا بشرطين: أحدهما: التوبة إلى الله تعالى، ثانيهما: استبراؤها. فإذا توفر الشرطان جاز الزواج منها ، والدليل على وجوب الاستبراء قوله صلى الله عليه وسلم فيما رواه أبو سعيد الخدري رضي الله عنه “لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة”. أخرجه البغوي في شرح السنة وأبو داوود وقال ابن حجر في التلخيص إسناده حسن وصححه الحاكم وقال على شرط مسلم .
والخلاصة أن الزانية إذا تابت إلى ربها وتحققت براءة رحمها من ماء السفاح جاز نكاحها بأي غرض كان ، فإذا فقد أحد الشرطين لم يجز نكاحها؟ ولو بقصد الستر عليها، والتغطية على عملها القبيح .
والله أعلم.
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:
Mengenai hukum menikahi wanita yang telah dizinai, maka ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa menikahi wanita tersebut dinilai sah. Sebagian ulama lainnya melarang hal ini. Di antara ulama yang melarangnya adalah Imam Ahmad. Pendapat ini didukung kuat dengan firman Allah Ta’ala,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikimpoii melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An Nur: 3)
Jika seseorang mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang telah dizinai, maka ia boleh menikahi dirinya jika memenuhi dua syarat:
Pertama: Yang berzina tersebut bertaubat dengan sesungguhnya pada Allah Ta’ala.
Kedua: Istibro’ (membuktikan kosongnya rahim).
Jika dua syarat ini telah terpenuhi, maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya istibro’ adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
“Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.”[3][4]
Ringkasnya, menikahi wanita yang telah dizinai jika wanita tersebut betul-betul telah bertaubat pada Allah dan telah melakukan istibro’ (membuktikan kosongnya rahim dari mani hasil zina), maka ketika dua syarat ini terpenuhi boleh menikahi dirinya dengan tujuan apa pun. Jika tidak terpenuhi dua syarat ini, maka tidak boleh menikahinya walaupun dengan maksud untuk menutupi aibnya di masyarakat. Wallahu a’lam.[5] –Demikian Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah-.
Simpulannya, konsekuensi dari menikahi wanita hamil adalah nikahnya tidak sah, baik yang menikahinya adalah laki-laki yang menzinainya atau laki-laki lainnya. Inilah pendapat terkuat sebagaimana yang dipilih oleh para ulama Hambali dan Malikiyah karena didukung oleh dalil yang begitu gamblang. Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.
Status Anak Hasil Zina
Adapun nasab anak, ia dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.”[6]
Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.
Inilah pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Jika wanita yang hamil tadi dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri. Wallahu a’lam.[7]
Bila seseorang meyakini bahwa pernikahan semacam ini (menikahi wanita hamil) itu sah, baik karena taqlid (ngekor beo) kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan itu sah, maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang kami ketahui. Meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil (tidak teranggap) di hadapan Allah dan RasulNya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya)”.[8]
Ringkasnya, anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (walaupun itu jadi suaminya), konsekuensinya:
Anak itu tidak berbapak.
Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya bukan laki-laki tadi, namun walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Penutup
Setelah kita melihat pembahasan di atas. Awalnya hamil di luar nikah (alias zina). Akhirnya karena nekad dinikahi ketika hamil, nikahnya pun tidak sah. Kalau nikahnya tidak sah berarti apa yang terjadi? Yang terjadi adalah zina. Keturunannya pun akhirnya rusak karena anak hasil zina tidak dinasabkan pada bapak hasil zina dengan ibunya. Gara-gara zina, akhirnya nasab menjadi rusak. Inilah akibat dari perbuatan zina. Setiap yang ditanam pasti akan dituai hasilnya. Jika yang ditanam keburukan, maka keburukan berikut pula yang didapat. Oleh karena itu, para salaf mengatakan,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”[9]
Semoga Allah senantiasa memberi taufik, memberikan kita kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 9 Rabi’ul Akhir 1431 H (bertepatan dengan 24/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel [url=http://www.remajaislam.com,]www.remajaislam.com,[/url] dipublish ulang oleh http://rumaysho.com
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[4] Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.
[5] Lihat Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/4764, Asy Syamilah.
[6] HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457.
[7] Lihat Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/2587.
[8] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 32/66-67, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
[9] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H
Fenomena yang menjamur di kalangan muda-mudi saat ini, yang sulit terelakkan lagi adalah perzinaan, sebelum mendapat label sah sebagai pasangan suami istri. Hal ini sudah dianggap biasa di tengah-tengah masyarakat kita. Si wanita dengan menahan malu telah memiliki isi dalam perutnya. Namun masalah yang timbul adalah bolehkah wanita tersebut dinikahi ketika ia dalam kondisi hamil? Lalu apa akibat selanjutnya dari perbuatan zina semacam ini.
Semoga artikel sederhana berikut ini bisa memberikan pencerahan kepada orang-orang yang ingin mencari kebenaran. Hanya Allah yang beri taufik.
Bahaya Zina
Allahh Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Namun itulah yang terjadi jika hal ini dilanggar, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Terjerumuslah dalam dosa besar zina karena tidak mengindahkan berbagai jalan yang dapat mengantarkan pada zina seperti bentuk pacaran yang dilakukan muda-mudi saat ini. Jadilah di antara mereka hamil di luar nikah.
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina
Ada beberapa fatwa ulama yang kami temukan, di antaranya adalah Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah no. 9644 mengenai syarat menikahi wanita yang dizinai, tanggal Fatwa 23 Jumadil Ula 1422 H.
Pertanyaan:
هل يجوز لشخص أن يتزوج من إمرأة زانية وهو يعلم أنها زنت قبل أن يتزوجها، وهو يريد أن يستر عليها لأنها قريبته، وأرجو الإفادة منكم ، هل يمكن معرفة المفتي . شكرا
Apakah boleh seseorang menikahi wanita yang dizinai dan ia tahu bahwa wanita tersebut betul telah dizinai sebelum menikahinya. Ia ingin menutup aibnya dengan menikahinya karena wanita tersebut masih kerabatnya. Aku ingin jawaban dari kalian mengenai hal ini. Apakah hal ini mungkin? Syukron.
Jawaban:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:
فإن الزواج من الزانية مختلف فيه ، فمن العلماء من يقول بصحته، ومنهم من يقول بمنعه ، وممن قال بمنعه الإمام أحمد، وهو قول يشهد له ظاهر الآية الكريمة ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين ) [النور:3]
وعليه فلا يجوز لمن علم من امرأة أنها تزني أن يتزوجها إلا بشرطين: أحدهما: التوبة إلى الله تعالى، ثانيهما: استبراؤها. فإذا توفر الشرطان جاز الزواج منها ، والدليل على وجوب الاستبراء قوله صلى الله عليه وسلم فيما رواه أبو سعيد الخدري رضي الله عنه “لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة”. أخرجه البغوي في شرح السنة وأبو داوود وقال ابن حجر في التلخيص إسناده حسن وصححه الحاكم وقال على شرط مسلم .
والخلاصة أن الزانية إذا تابت إلى ربها وتحققت براءة رحمها من ماء السفاح جاز نكاحها بأي غرض كان ، فإذا فقد أحد الشرطين لم يجز نكاحها؟ ولو بقصد الستر عليها، والتغطية على عملها القبيح .
والله أعلم.
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:
Mengenai hukum menikahi wanita yang telah dizinai, maka ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa menikahi wanita tersebut dinilai sah. Sebagian ulama lainnya melarang hal ini. Di antara ulama yang melarangnya adalah Imam Ahmad. Pendapat ini didukung kuat dengan firman Allah Ta’ala,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikimpoii melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An Nur: 3)
Jika seseorang mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang telah dizinai, maka ia boleh menikahi dirinya jika memenuhi dua syarat:
Pertama: Yang berzina tersebut bertaubat dengan sesungguhnya pada Allah Ta’ala.
Kedua: Istibro’ (membuktikan kosongnya rahim).
Jika dua syarat ini telah terpenuhi, maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya istibro’ adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
“Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.”[3][4]
Ringkasnya, menikahi wanita yang telah dizinai jika wanita tersebut betul-betul telah bertaubat pada Allah dan telah melakukan istibro’ (membuktikan kosongnya rahim dari mani hasil zina), maka ketika dua syarat ini terpenuhi boleh menikahi dirinya dengan tujuan apa pun. Jika tidak terpenuhi dua syarat ini, maka tidak boleh menikahinya walaupun dengan maksud untuk menutupi aibnya di masyarakat. Wallahu a’lam.[5] –Demikian Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah-.
Simpulannya, konsekuensi dari menikahi wanita hamil adalah nikahnya tidak sah, baik yang menikahinya adalah laki-laki yang menzinainya atau laki-laki lainnya. Inilah pendapat terkuat sebagaimana yang dipilih oleh para ulama Hambali dan Malikiyah karena didukung oleh dalil yang begitu gamblang. Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.
Status Anak Hasil Zina
Adapun nasab anak, ia dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.”[6]
Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.
Inilah pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Jika wanita yang hamil tadi dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri. Wallahu a’lam.[7]
Bila seseorang meyakini bahwa pernikahan semacam ini (menikahi wanita hamil) itu sah, baik karena taqlid (ngekor beo) kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan itu sah, maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang kami ketahui. Meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil (tidak teranggap) di hadapan Allah dan RasulNya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya)”.[8]
Ringkasnya, anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (walaupun itu jadi suaminya), konsekuensinya:
Anak itu tidak berbapak.
Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya bukan laki-laki tadi, namun walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Penutup
Setelah kita melihat pembahasan di atas. Awalnya hamil di luar nikah (alias zina). Akhirnya karena nekad dinikahi ketika hamil, nikahnya pun tidak sah. Kalau nikahnya tidak sah berarti apa yang terjadi? Yang terjadi adalah zina. Keturunannya pun akhirnya rusak karena anak hasil zina tidak dinasabkan pada bapak hasil zina dengan ibunya. Gara-gara zina, akhirnya nasab menjadi rusak. Inilah akibat dari perbuatan zina. Setiap yang ditanam pasti akan dituai hasilnya. Jika yang ditanam keburukan, maka keburukan berikut pula yang didapat. Oleh karena itu, para salaf mengatakan,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”[9]
Semoga Allah senantiasa memberi taufik, memberikan kita kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 9 Rabi’ul Akhir 1431 H (bertepatan dengan 24/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel [url=http://www.remajaislam.com,]www.remajaislam.com,[/url] dipublish ulang oleh http://rumaysho.com
[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[4] Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.
[5] Lihat Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/4764, Asy Syamilah.
[6] HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457.
[7] Lihat Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/2587.
[8] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 32/66-67, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
[9] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H
Apabila Zina telah Tersebar
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا
“Diantara tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu, menguatnya kebodohan, diminumnya khamar, dan nampaknya perzinahan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas Bin Malik radhiyallahu’anhu]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
ويظهر الزنا أي يشيع ويشتهر بحيث لا يتكاتم به لكثرة من يتعاطاه
“Makna “Dan nampaknya perzinahan” yaitu tersebarnya perbuatan zina, ramai dilakukan, tatkala zina itu tidak dapat lagi disembunyikan karena banyaknya orang yang melakukannya (itulah diantara tanda kiamat).” [Fathul Bari, 12/114]
Apa Akibatnya?
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila zina dan riba telah nampak di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri-diri mereka.” [HR. Al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2401]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابَ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى؟ هَلْ مِنْ مَكْرُوبٍ فَيُفَرَّجَ عَنْهُ؟ فَلا يَبْقَى مُسْلِمٌ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ إِلا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ إِلا زَانِيَةٌ تَسْعَى بِفَرْجِهَا أَوْ عَشَّارٌ
“Pintu-pintu langit dibuka pada pertengahan malam, lalu menyerulah seorang penyeru: Apakah ada yang mau berdoa sehingga dikabulkan doanya? Apakah ada yang mau meminta sehingga diberikan permintaannya? Apakah ada orang yang tertimpa musibah (yang memohon pertolongan Allah) sehingga dihilangkan kesusahannya? Maka tidaklah seorang muslim pun yang berdoa dengan satu doa (di waktu tersebut) kecuali Allah akan mengabulkannya, kecuali seorang wanita pezina yang menjajakan kemaluannya dan seorang pemungut pajak.” [HR. Ath-Thabrani dari ‘Utsman bin ‘Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1073]
Wanita yang Melepas Pakaian
Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam juga bersabda,
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ ، حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا ، إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ ، وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَؤُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ ، إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ ، وَعَهْدَ رَسُولِهِ ، إِلاَّ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ ، وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ ، إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Wahai kaum Muhajirin, waspadailah lima perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menemuinya:
1) Tidaklah perzinahan nampak (terang-terangan) pada suatu kaum pun, hingga mereka selalu menampakkannya, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada generasi sebelumnya.
2) Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan diazab dengan kelaparan, kerasnya kehidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.
3) Dan tidaklah mereka menahan zakat harta-harta mereka, kecuali akan dihalangi hujan dari langit, andaikan bukan karena hewan-hewan niscaya mereka tidak akan mendapatkan hujan selamanya.
4) Dan tidaklah mereka memutuskan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menguasakan atas mereka musuh dari kalangan selain mereka, yang merampas sebagian milik mereka.
5) Dan tidaklah para penguasa mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, dan hanya memilih-milih dari hukum yang Allah turunkan, kecuali Allah akan menjadikan kebinasaan mereka berada di antara mereka.”
[HR. Ibnu Hibban, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Ash-Shahihah: 106]
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
sofyanruray.info
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا
“Diantara tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu, menguatnya kebodohan, diminumnya khamar, dan nampaknya perzinahan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas Bin Malik radhiyallahu’anhu]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
ويظهر الزنا أي يشيع ويشتهر بحيث لا يتكاتم به لكثرة من يتعاطاه
“Makna “Dan nampaknya perzinahan” yaitu tersebarnya perbuatan zina, ramai dilakukan, tatkala zina itu tidak dapat lagi disembunyikan karena banyaknya orang yang melakukannya (itulah diantara tanda kiamat).” [Fathul Bari, 12/114]
Apa Akibatnya?
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila zina dan riba telah nampak di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri-diri mereka.” [HR. Al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2401]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابَ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى؟ هَلْ مِنْ مَكْرُوبٍ فَيُفَرَّجَ عَنْهُ؟ فَلا يَبْقَى مُسْلِمٌ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ إِلا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ إِلا زَانِيَةٌ تَسْعَى بِفَرْجِهَا أَوْ عَشَّارٌ
“Pintu-pintu langit dibuka pada pertengahan malam, lalu menyerulah seorang penyeru: Apakah ada yang mau berdoa sehingga dikabulkan doanya? Apakah ada yang mau meminta sehingga diberikan permintaannya? Apakah ada orang yang tertimpa musibah (yang memohon pertolongan Allah) sehingga dihilangkan kesusahannya? Maka tidaklah seorang muslim pun yang berdoa dengan satu doa (di waktu tersebut) kecuali Allah akan mengabulkannya, kecuali seorang wanita pezina yang menjajakan kemaluannya dan seorang pemungut pajak.” [HR. Ath-Thabrani dari ‘Utsman bin ‘Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1073]
Wanita yang Melepas Pakaian
Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam juga bersabda,
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ ، حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا ، إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ ، وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَؤُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ ، إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ ، وَعَهْدَ رَسُولِهِ ، إِلاَّ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ ، وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ ، إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Wahai kaum Muhajirin, waspadailah lima perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menemuinya:
1) Tidaklah perzinahan nampak (terang-terangan) pada suatu kaum pun, hingga mereka selalu menampakkannya, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada generasi sebelumnya.
2) Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan diazab dengan kelaparan, kerasnya kehidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.
3) Dan tidaklah mereka menahan zakat harta-harta mereka, kecuali akan dihalangi hujan dari langit, andaikan bukan karena hewan-hewan niscaya mereka tidak akan mendapatkan hujan selamanya.
4) Dan tidaklah mereka memutuskan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menguasakan atas mereka musuh dari kalangan selain mereka, yang merampas sebagian milik mereka.
5) Dan tidaklah para penguasa mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, dan hanya memilih-milih dari hukum yang Allah turunkan, kecuali Allah akan menjadikan kebinasaan mereka berada di antara mereka.”
[HR. Ibnu Hibban, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Ash-Shahihah: 106]
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
sofyanruray.info
Monday, October 19, 2015
Zina adalah HUTANG !!!
Zina adalah HUTANG !!!
ungkapan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah :
Jagalah kehormatan kalian, niscaya istri-istri kalian akan terjaga dari perbuatan haram
Hindarilah segala yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim
Zina adalah hutang, Jika Engkau mengambilnya hutang
Maka, Ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu
Barangsiapa berzina, akan dizinai meskipun di dalam rumahnya
Camkanlah, jika engkau termasuk orang yang berakal
Sebuah kisah nyata, dan ini dipublikasikan dalam koran-koran Arab. Aku tidak akan menyebutkan namanya. Yang menceritakan kisah ini adalah orang yang melakukannya sendiri. Dan dia meminta agar pihak koran tidak menyebutkan namanya. Dia hanya ingin agar orang-orang mengetahui kisahnya.
Dia mengisahkan, “Ketika sedang di kampus dengan teman-teman, dan punya banyak hubungan dengan gadis-gadis. Pada suatu waktu, aku bertemu seorang gadis dan melakukan hubungan terlarang dengannya. Dan aku tetap melakukannya hingga dia hamil karena berhubungan denganku. Ketika pihak keluarganya mengetahui hal ini, dan gadis tersebut menceritakan kepada kakaknya, dia menghajarku.
Setelah itu, aku berkata kepadanya, “Aku tidak mengenal adikmu. Carilah orang lain yang menghamilinya!”
Aku kemudian meninggalkannya, dan pergi.
Karena memang tidak memiliki bukti untuk membuktikan kesalahanku, mereka meninggalkanku.
Aku melupakan kejadian ini.
Tahun-tahun berlalu.
Pada suatu hari, aku pulang ke rumah dan menemukan ibuku pingsan di lantai. Aku mencoba untuk menyadarkannya. Setiap kali tersadar, ibu berteriak dan pingsan lagi. Aku menyadarkannya untuk kedua kalinya, tapi lagi-lagi ia berteriak dan pingsan. Aku mencoba untuk menyadarkannya tiga kali sampai aku berkata, “Wahai ibu, apa yang terjadi?”
Ibu berteriak dan berkata, “Saudarimu!”
“Apa yang terjadi dengan saudariku?” tanyaku.
“Saudarimu dihamili tetangga.” Jawab ibu.
Aku pung langsung menemui tetanggaku, dan mulai menyerangnya sampai dia berkata kepadaku dengan kata-kata yang seolah seperti anak panah yang menghunjam hatiku.
Tahukah kalian apa yang ia katakan kepadaku?
Dia mengatakan, “Aku tidak mengenal adikmu. Coba tanyakan orang lain yang menghamilinya!”
Subhanallah!
Hal yang sama seperti yang kuucapkan kepada keluarga gadis di kampus bertahun-tahun yang lalu.
Balasan tergantung pada amal perbuatannya.
Demikianlah.
Apakah kisah ini selesai? Belum.
Aku mengalami depresi yang berat setelahnya. Kemudian setelah berlalu beberapa tahun, aku memutuskan untuk menikah. Setelah bertunangan dan akad nikah, kami siap untuk pesta pernikahan.
Pada pesta pernikahan, aku mendapatkan kejutan. Calon istriku mengatakan bahwa ia pernah melakukan perbuatan zina sebelumnya. Dia berkata kepadaku, “Tolong tutupi keburukanku, semoga Allah juga menutupi keburukanmu.”
Lalu aku berkata kepada diriku sendiri, “Sudah cukup ya Allah! Cukup! Cukup! Aku sudah menjalani cukup hukuman!”
Aku menghela nafas –mencoba menelan cobaan ini. Dan aku menghabiskan banyak waktu dengan istriku hingga dia melahirkan seorang bayi perempuan yang bagaikan rembulan. Kemudian ketika dia berusia 6 tahun, anakku datang dari luar dengan menangis.
Apa yang telah terjadi?
Penjaga rumah telah memperkosanya.
Tidak ada perubahan, atau kekuatan kecuali atas kehendak Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.
Allah berfirman, “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu, dan Alalh sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30).
Saudara-saudariku tercinta...,
Jangan katakan bahwa ini sering terjadi pada orang yang tidak taat. Jangan!
Gadis dari kampus yang berzina dengannya di awal cerita memiliki seorang saudara yang sedih ketika tahu saudarinya diziniai. Lalu Allah memberikannya hukuman kepada saudari si pemuda, ya! Dan dia akan mempunyai seorang suami, yang akan Allah ujia melalui istrinya.
Gadis itu juga mempunyai seorang ayah yang hatinya hancur karenanya, sehingga Allah mengujinya melalui putrinya!
Balasan tergantung dari amal perbuatannya. Jadi dia harus membawa hukuman atas perbuatannya.
Dan untuk orang-orang yang tidak bersalah dalam kisah ini, maka ini menjadi cobaan bagi mereka. Allah ingin mengangkat derajat mereka, dan menghapus dosa-dosa mereka karenanya.
Saudara-saudariku, Allah cemburu untuk para wanita –yang dinodai kehormatannya. Mahasuci Dia! Dan Dia akan membalaskan dendam untuk mereka.
Maka, berhati-hatilah! –Kisah ini selesai sampai di sini.
Ya Allah, alangkah beratnya balasan bagi pelaku zina.
Satu saat Asy Syafi’i ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya?
Wajah Asy Syafi’i memerah, pipinya rona delima.
“Karena,” jawabnya dengan mata menyala, “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”
Ia ditanya lagi: Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berfirman, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”
Asy Syafi’i terdiam… Ia menunduk, Ia menangis.
Setelah sesak sesaat, ia berkata…, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba .. Dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”
Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?
Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya terguncang-guncang.
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia tersedu…
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…
Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian.. sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang… dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”
Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah hutang, hutang, hutang. Jika engkau berhutang, maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu. Barangsiapa berzina, maka akan ada yang dizinai, meskipun di dalam rumahnya. Camkanlah hal ini jika engkau termasuk orang yang berakal.
Semoga bermanfaat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanad shahih [*], dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا
“Ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia berkata : “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina!”
فأقبل القوم عليه فزجروه و قالوا : مه مه!
“Maka para shahabat pun menghampirinya dan memperingatinya : “Diam kamu! Jangan bicara seperti itu!”
فقال : ادنه ، فدنا منه قريبا قال : فجلس ،
Kemudian Nabi berkata : “Dekatkan dia padaku”. Pemuda itupun mendekat kepada Nabi, kemudian duduk di dekat beliau.
قال : أتحبه لأمك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لأمهاتهم ،
Kemudian Nabi bertanya kepada pemuda tersebut : “Apakah engkau suka kalau ibumu berzina?”
Pemuda itu menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau ibu mereka berzina”
قال : أفتحبه لابنتك ؟ قال : لا والله يا رسول الله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لبناتهم،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau putrimu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak ya Rasulullah! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau anak perempuan mereka berzina”
قال : أفتحبه لأختك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لأخواتهم
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudari perempuanmu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudari perempuan mereka berzina”
قال : أفتحبه لعمتك . قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لعماتهم ،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ayahmu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ayah mereka berzina”
قال : أفتحبه لخالتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : ولا الناس يحبونه لخالاتهم ،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ibumu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ibu mereka berzina”
قال : فوضع يده عليه و قال : اللهم اغفر ذنبه و طهرقلبه و حصن فرجه . فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء
Kemudian Nabi meletakkan tangan beliau kepada si pemuda itu seraya mendo’akannya :
“Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya”
Setelah itupun si pemuda sama sekali tidak punya keinginan lagi untuk berzina.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lindungi kami dari perbuatan ini.
Sungguh cerita ini sangat mengerikan, menyedihkan, dan menyakitkan.
Dosa yang sangat besar disisi Allah...
Lindungi kami...
ungkapan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah :
Jagalah kehormatan kalian, niscaya istri-istri kalian akan terjaga dari perbuatan haram
Hindarilah segala yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim
Zina adalah hutang, Jika Engkau mengambilnya hutang
Maka, Ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu
Barangsiapa berzina, akan dizinai meskipun di dalam rumahnya
Camkanlah, jika engkau termasuk orang yang berakal
Sebuah kisah nyata, dan ini dipublikasikan dalam koran-koran Arab. Aku tidak akan menyebutkan namanya. Yang menceritakan kisah ini adalah orang yang melakukannya sendiri. Dan dia meminta agar pihak koran tidak menyebutkan namanya. Dia hanya ingin agar orang-orang mengetahui kisahnya.
Dia mengisahkan, “Ketika sedang di kampus dengan teman-teman, dan punya banyak hubungan dengan gadis-gadis. Pada suatu waktu, aku bertemu seorang gadis dan melakukan hubungan terlarang dengannya. Dan aku tetap melakukannya hingga dia hamil karena berhubungan denganku. Ketika pihak keluarganya mengetahui hal ini, dan gadis tersebut menceritakan kepada kakaknya, dia menghajarku.
Setelah itu, aku berkata kepadanya, “Aku tidak mengenal adikmu. Carilah orang lain yang menghamilinya!”
Aku kemudian meninggalkannya, dan pergi.
Karena memang tidak memiliki bukti untuk membuktikan kesalahanku, mereka meninggalkanku.
Aku melupakan kejadian ini.
Tahun-tahun berlalu.
Pada suatu hari, aku pulang ke rumah dan menemukan ibuku pingsan di lantai. Aku mencoba untuk menyadarkannya. Setiap kali tersadar, ibu berteriak dan pingsan lagi. Aku menyadarkannya untuk kedua kalinya, tapi lagi-lagi ia berteriak dan pingsan. Aku mencoba untuk menyadarkannya tiga kali sampai aku berkata, “Wahai ibu, apa yang terjadi?”
Ibu berteriak dan berkata, “Saudarimu!”
“Apa yang terjadi dengan saudariku?” tanyaku.
“Saudarimu dihamili tetangga.” Jawab ibu.
Aku pung langsung menemui tetanggaku, dan mulai menyerangnya sampai dia berkata kepadaku dengan kata-kata yang seolah seperti anak panah yang menghunjam hatiku.
Tahukah kalian apa yang ia katakan kepadaku?
Dia mengatakan, “Aku tidak mengenal adikmu. Coba tanyakan orang lain yang menghamilinya!”
Subhanallah!
Hal yang sama seperti yang kuucapkan kepada keluarga gadis di kampus bertahun-tahun yang lalu.
Balasan tergantung pada amal perbuatannya.
Demikianlah.
Apakah kisah ini selesai? Belum.
Aku mengalami depresi yang berat setelahnya. Kemudian setelah berlalu beberapa tahun, aku memutuskan untuk menikah. Setelah bertunangan dan akad nikah, kami siap untuk pesta pernikahan.
Pada pesta pernikahan, aku mendapatkan kejutan. Calon istriku mengatakan bahwa ia pernah melakukan perbuatan zina sebelumnya. Dia berkata kepadaku, “Tolong tutupi keburukanku, semoga Allah juga menutupi keburukanmu.”
Lalu aku berkata kepada diriku sendiri, “Sudah cukup ya Allah! Cukup! Cukup! Aku sudah menjalani cukup hukuman!”
Aku menghela nafas –mencoba menelan cobaan ini. Dan aku menghabiskan banyak waktu dengan istriku hingga dia melahirkan seorang bayi perempuan yang bagaikan rembulan. Kemudian ketika dia berusia 6 tahun, anakku datang dari luar dengan menangis.
Apa yang telah terjadi?
Penjaga rumah telah memperkosanya.
Tidak ada perubahan, atau kekuatan kecuali atas kehendak Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.
Allah berfirman, “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu, dan Alalh sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30).
Saudara-saudariku tercinta...,
Jangan katakan bahwa ini sering terjadi pada orang yang tidak taat. Jangan!
Gadis dari kampus yang berzina dengannya di awal cerita memiliki seorang saudara yang sedih ketika tahu saudarinya diziniai. Lalu Allah memberikannya hukuman kepada saudari si pemuda, ya! Dan dia akan mempunyai seorang suami, yang akan Allah ujia melalui istrinya.
Gadis itu juga mempunyai seorang ayah yang hatinya hancur karenanya, sehingga Allah mengujinya melalui putrinya!
Balasan tergantung dari amal perbuatannya. Jadi dia harus membawa hukuman atas perbuatannya.
Dan untuk orang-orang yang tidak bersalah dalam kisah ini, maka ini menjadi cobaan bagi mereka. Allah ingin mengangkat derajat mereka, dan menghapus dosa-dosa mereka karenanya.
Saudara-saudariku, Allah cemburu untuk para wanita –yang dinodai kehormatannya. Mahasuci Dia! Dan Dia akan membalaskan dendam untuk mereka.
Maka, berhati-hatilah! –Kisah ini selesai sampai di sini.
Ya Allah, alangkah beratnya balasan bagi pelaku zina.
Satu saat Asy Syafi’i ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya?
Wajah Asy Syafi’i memerah, pipinya rona delima.
“Karena,” jawabnya dengan mata menyala, “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”
Ia ditanya lagi: Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berfirman, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”
Asy Syafi’i terdiam… Ia menunduk, Ia menangis.
Setelah sesak sesaat, ia berkata…, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba .. Dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”
Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?
Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya terguncang-guncang.
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia tersedu…
“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…
Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian.. sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang… dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”
Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah hutang, hutang, hutang. Jika engkau berhutang, maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu. Barangsiapa berzina, maka akan ada yang dizinai, meskipun di dalam rumahnya. Camkanlah hal ini jika engkau termasuk orang yang berakal.
Semoga bermanfaat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanad shahih [*], dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا
“Ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia berkata : “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina!”
فأقبل القوم عليه فزجروه و قالوا : مه مه!
“Maka para shahabat pun menghampirinya dan memperingatinya : “Diam kamu! Jangan bicara seperti itu!”
فقال : ادنه ، فدنا منه قريبا قال : فجلس ،
Kemudian Nabi berkata : “Dekatkan dia padaku”. Pemuda itupun mendekat kepada Nabi, kemudian duduk di dekat beliau.
قال : أتحبه لأمك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لأمهاتهم ،
Kemudian Nabi bertanya kepada pemuda tersebut : “Apakah engkau suka kalau ibumu berzina?”
Pemuda itu menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau ibu mereka berzina”
قال : أفتحبه لابنتك ؟ قال : لا والله يا رسول الله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لبناتهم،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau putrimu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak ya Rasulullah! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau anak perempuan mereka berzina”
قال : أفتحبه لأختك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لأخواتهم
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudari perempuanmu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudari perempuan mereka berzina”
قال : أفتحبه لعمتك . قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : و لا الناس يحبونه لعماتهم ،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ayahmu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ayah mereka berzina”
قال : أفتحبه لخالتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداءك ، قال : ولا الناس يحبونه لخالاتهم ،
Kemudian Nabi bertanya lagi : “Apakah engkau suka kalau saudara perempuan ibumu berzina?”
Dia menjawab : “Demi Allah tidak! Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu”
Nabi pun menjawab : “Demikian juga orang lain. Mereka tidak mau kalau saudara perempuan ibu mereka berzina”
قال : فوضع يده عليه و قال : اللهم اغفر ذنبه و طهرقلبه و حصن فرجه . فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء
Kemudian Nabi meletakkan tangan beliau kepada si pemuda itu seraya mendo’akannya :
“Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya”
Setelah itupun si pemuda sama sekali tidak punya keinginan lagi untuk berzina.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lindungi kami dari perbuatan ini.
Sungguh cerita ini sangat mengerikan, menyedihkan, dan menyakitkan.
Dosa yang sangat besar disisi Allah...
Lindungi kami...
Subscribe to:
Posts (Atom)