LALU BUAT APA IKUT VOTING ?
Ketika Prabowo kalah suara dalam
pemilu dan menggugat ke MK , orang beramai2 mengolok2 dan membullynya,
seolah2 Prabowo dan pendukungnya tidak
legowo dengan kekalahan ini. Padahal langkah gugatan yang dilakukan
Prabowo dan pendukungnya sangat bisa diterima oleh akal sehat dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang. Begitu luasnya wilayah Indonesia
membuat kemungkinan kecurangan atau kesalahan hitung terjadi di
mana-mana. Wajar, mereka menggugat.
Bandingkan dengan yang terjadi saat ini.
Proses Sidang Paripurna DPR untuk menentukan Pilkada Langsung atau
Tidak Langsung berlangsung di satu ruangan yang bisa ditonton oleh
seluruh rakyat Indonesia. Jutaan mata menjadi saksi. Semua pihak telah
sepakat dengan aturan main.
Artinya, semuanya sepakat untuk
menerima apapun hasil akhir dri voting ini. Baik pihak yang mendukung
Pilkada langsung maupun yang mendukung Pilkada Tidak Langsung.
Lalu terjadilah situasi yang mengejutkan.
Ternyata jumlah suara anggota DPR yang mendukung Pilkada Tidak Langsung
jauh lebih banyak. Dari 361 anggota DPR, 135 mendukung Pilkada
Langsung dan 226 mendukung pilkada lewat DPRD alias tak langsung.
Lalu hebohlah para pendukung pilkada langsung yang sebagian besar adalah para pendukung partai-partai pengusung Jokowi-JK.
Dunia maya, khususnya media sosial, langsung dihujani berbagai ungkapan
kekecewaan, mulai dari yang masih dalam kategori wajar sampai yang
berupa hujatan, kata-kata kotor, makian, nama2 hewan, bahkan
pengkriminalan dan hinaan yang amat melecehkan kepada sesama anak
bangsa, termasuk kepada simbol negara kita, Presiden Republik Indonesia,
Soesilo Bambang Yudhoyono.
Ini amat mengherankan dan konyol, menurut saya,
Bukankah proses voting berlangsung sangat terbuka ? Semua bisa melihat
proses yang terjadi. Dan sekali lagi, semua semestinya juga sudah tahu
konsekwensi yang harus diterima ketika suara terbanyak terpilih dalam
sebuah sistem demokrasi.
Lalu mengapa tiba-tiba harus ramai-ramai
tidak terima dengan hasil dari sebuah proses demokrasi yang selalu akan
dimenangkan oleh suara terbanyak ?
Bukankah itu pilihan mereka sendiri ?
Mengapa harus menganggap kemenangan pro pilkada tak langsung ini
sebagai sebuah perampokan, pembunuhan terhadap demokrasi, pengkhianatan
kepada rakyat, keputusan tidak waras, keputusan bodoh dan berbagai
hinaan serta cacian yang tak pantas terhadap anggota DPR dan para
pendukung pro pilkada tak langsung ?
Saya jadi bingung, lalu untuk apa mereka kemarin menyetujui dan mengikuti voting di sidang paripurna DPR ?
Bangsa ini sedang sakit parah.
Kita semakin tak dapat berpikir jernih lagi. Pekerjaan kita tiap hari
di medsos mengobral caci maki dan membully satu sama lain. Kita lupa
dengan pendidikan tinggi yang sudah kita raih. Kita lupa dengan jabatan
kita di kantor yang dihormati. Kita lupa profesi kita yang terhormat.
Dan terutama sekali kita lupa dengan ajaran agama yang selama ini
diajarkan kepada kita.
Kita seolah tak pernah mendapatkan itu semua.
Saya kuatir, jangan-jangan anak SD jauh lebih baik, santun dan cerdas untuk soal ini.
Sumber : here
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty