PKS, sebuah
partai dengan basis dakwah dan merupakan
singkatan dari Partai Keadilan Sejahtera. Partai yang mengusung tag, “bersih,
peduli dan professional”. Partai yang berlambang padi dan berwarna hitam dan
kuning. Partai dengan ikhwan dan akhwatnya yang berpakaian rapi, setidaknya
yang sering aku lihat di sekitar saya. Dan terakhir, partai yang aku kagumi.
Secara
jujur, judul diatas bukanlah untuk menyudutkan para ikhwah PKS sendiri, namun
semoga menjadi teguran dan pencerminan kita untuk intropeksi di masa mendatang.
Aku melihat
PKS sekarang seakan haus akan jabatan, ghirahmu kurasakan hilang. Dimana
kesederhanaan itu?. Aku tahu figur-figur macam Ustadz Hidayat Nur Wahid yang
memang aku akui beliau bijaksana, ustadz Nur Mahmudi Ismail yang aku suka
senyumnya yang tenang, dan berbagai kader lain yang tidak dapat aku sebut,
tolong maafkan. Aku merasa kesederhanaan mu memudar wahai PKS. Aku merindukan
saat-saat dulu, ketika kampanye dirasa dengan semangat yang berkobar. Indah aku
rasa.
Aku juga
ingin menyampaikan keluhanku kepada para kader yang mengisi posisi jabatan di
kursi DPR. Janganlah kamu lupa wahai para kader bahwa jabatan itu akan
dipertanyakan oleh Allah swt kelak. Kebenaran dan kesalahannya,
pertanggungjawaban mu akan dimintai di akhirat. Pertanyaan ku adalah apakah
kalian sudah merasa bahwa kinerja kalian sudah benar? Aku tidak berkata bahwa
kerja kalian salah, tapi kumohon untuk intropeksi diri. Aku mohon.
Taukah
kalian wahai kader-kader yang hidup berkecukupan bahkan lebih? Aku ingin
bertanya, apakah kalian tau bagaimana nasib kawan-kawan kader lain yang
memasang spanduk, baliho hingga jam 2 malam. Apakah kalian tau nasib mrk apakah
mrk sudah makan hari ini atau belum? Ataukah kalian sudah memuliakan tetangga
kalian yang hidup dibawah rata-rata?. Harta itu tidak akan dibawa mati, hanya
itu yang ingin kusampaikan. Rasulullah Saw, kemuliaan hanya untuknya, bahkan
tidak meninggalkan sepeserpun harta ketika beliau meninggal. Beliau hidup dalam
kesederhanaan. Ketika aku baca Sirah Nabi Muhammad Saw, aku tertegun. Sudahkan
kita hidup sebagaimana beliau? Padahal beliau adalah suri tauladan kita.
Aku
merindukan pemimpin seperti Umar bin
Khattab yang tegas, namun jiwanya lebut ketika dibacakan Al-Quran. Aku juga
merindukan pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz yang memiliki kisah
kesederhanaan yang luar biasa. Padahal beliau tidak bertemu baginda Rasulullah
Saw.
Aku
berharap para kader membaca ini, agar menjadi teguran bagi kita semua. Semoga
Allah swt tetap merestui jalan dakwah kita, agar Islam Berjaya, agar islam
menjadi rahmatan lilalamin bagi kita semua. Insya Allah.
Wallahualam..
Muhammad Luthfan Mursyidan
mursyidanluthfan@gmail.com
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty