Saturday, November 15, 2014

Ketika Anak Liqo Bikin Liberalis Tak Berkutik

Ketika Anak Liqo Bikin Liberalis Tak Berkutik

By: Indah Wulandari

Bismillah, saya ingin berbagi cerita sedikit tentang cerita teman Liqo saya.

Setiap pekan biasanya saya dan teman-teman di kampus suka Liqo atau bagi yang masih asing mendengarnya 'Liqo' itu semacam pengajian namun lebih intensif karena pesertanya hanya sekitar 10-12 orang dengan 1 guru tetap.

Bagi saya Liqo itu merupakan kebutuhan rohani, yang mana manfaatnya terasa pada saat itu juga. Liqo itu ibarat charger, sesuatu yang dapat membangkitkan kembali semangat yang terkadang padam. Di dalam acara Liqo selain materi yang diberikan oleh guru, biasanya ada sesi curhat, siapapun yang punya cerita baik itu cerita baik atau buruk dipersilahkan untuk berbagi dengan teman-teman yang lain, ya ini lah salah satu yang membuat saya betah di Liqo.

Singkat cerita kemarin saya Liqo bersama teman-teman. Setelah materi selesai disampaikan oleh guru kami, tiba-tiba ada teman yang bicara, "Teh, saya punya cerita". Dengan senang hati guru kami mempersilakan teman saya itu untuk bercerita tentang pengalamannya kepada kami. Kurang lebih gini ceritanya:

"Beberpa waktu yang lalu saya dan teman saya (teman Liqo juga) menghadiri acara UKM di lingkungan fakultas. Mungkin karena kebanyakan orang di lingkungan fakultas saya berfikir sekuler-liberal, pada acara itu ada sesi tanya-tanya pacar.

Pertanyaan pertama kakak nya nunjuk orang lain,dan orang yang ditunjuk itupun bercerita tentang pacarnya, setelah selesai tiba-tiba kakaknya nunjuk saya, spontan saya bilang ga punya pacar. Terus si kakak itupun kaget gitu dengan jawaban saya. Ga percaya si kakaknya nanya lagi dengan nada meyakinkan 'masa ga punya pacar? LDR gitu LDR? atau waktu SD gitu?' (udah nanya maksa, he). Saya pun jawab dengan jawaban yang meyakinkan pula 'ga ka saya ga punya pacar karena dari SD saya Pesantren'.

Terus si kakaknya dengan muka sinis menjawab 'oh..'Selesai bertanya tentang pacar kakak itu menghampiri saya dan dia bertanya 'kamu percaya Tuhan?'Saya sih ga kaget dia bilang gitu karena dia anggota salah satu komunitas yang sekuler-liberal, saya jawab dengan tenang 'percaya ka'.

Mendengar jawaban saya si kakaknya langsung bilang 'oke kalau kamu percaya tuhan saya ingin bukti'. Si kakaknya ngeluarin korek api seraya berkata 'kalau Tuhan itu ada tolong kamu berdoa dan minta sama tuhan kamu untuk memindahkan korek ini dari sini ke sini' jarak cuma 1 jengkal.

Saya jawab saja 'ok ka'. Ketika itu pun saya mengangkat kedua tangan saya sambil kumat kamit selayaknya orang berdoa, terus saya pindahkan saja tuh korek api dengan tangan saya.Si kakak kaget dan berkata 'saya minta Tuhan kamu yang pindahin bukan kamu'. Terus saya jawab, 'Kata Tuhan saya kalau saya minta sesuatu saya harus usaha ka, kalau saya hanya berdoa Tuhan saya ga mau mengabulkan permintaan saya, dan ini adalah salah satu usaha saya, dan ternyata Tuhan saya menghendaki permintaan saya untuk membuat korek ini pindah posisi'.... dan kakaknya hanya ngangguk-ngangguk dan berkata 'oh'...."

***Begitu cerita teman liqo saya. Luar biasa, jika pertanyaan itu dilontarkan kepada saya, saya mungkin bingung mau jawab apa, tapi pemahaman dan implementasi konsep keTuhanan teman saya itu memang patut diacungi 4 jempol.

Ibrohnya buat saya adalah sejatinya doa dan usaha itu satu paket, jika hanya dengan berdoa saja nabi Muhammad bisa membuat semua orang memeluk Islam, saya yakin dengan seyakin-yakinnya tidak akan ada cerita perang, hijrah. Dan jika nabi Muhammad SAW melalukan usaha saja maka saya percaya nabi Muhammad saat menghadapi perang Khandak akan kalah, karena pasukan kaum Muslim saat itu jauh lebih sedikit dengan para kafir Quraisy.

Ibroh yang terakhir adalah ternyata saya belum mengenal betul tentang Tuhan karena saya berfikir kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada saya apakah saya bisa menjawab seperti teman saya? Wallahualam,Semoga kita selalu dipersatukan dengan orang-orang yang dekat dengan Allah, aamiin... semoga bermanfaat

Sumber : here

No comments:

Post a Comment

Your Comment is Our Order, Your Majesty