📝 Surat Terbuka Untuk LGBT Dari Muslimah Bercadar 🌸
Bismillah..
Kemarin pagi saya membaca di linimasa akun facebook saya yang sedang
ramai membicarakan tayangan Indonesia Lawyer Club yang tayang pada
tanggal 16 Februari kemarin di TVOne. Karena penasaran, akhirnya saya
klik tautan rekaman tayangan tersebut di youtube. Durasi totalnya
sekitar 2 jam 45 menit.
Saya simak benar-benar setiap perkataan narasumber. Lalu ketika
narasumber dari komunitas LGBT membuka suara menuntut agar tidak
mendapatkan diskriminasi alih-alih karena Hak Asasi Manusia, saya jadi
penasaran, memang diskriminasi apasih yang mereka dapatkan?
Setelah mereka berbicara panjang lebar respon saya cuma satu, “Lho, jadi
cuma gitu doang?” Kata mereka diskriminasi yang mereka dapat berupa
bully, dilarang kerja di perusahaan tertentu, dilarang kuliah di kampus
tertentu. Wah itu sih bagi saya hal sepele banget. Kalau hanya se sepele
itu saya dan kawan-kawan saya lainnya yang bercadar juga gampang saja
lapor KOMNAS HAM karena didiskriminasi.
Saya seorang mahasiswi dan bercadar dalam keseharian saya, baik ke
kampus atau pergi ke mana pun. Mungkin saya adalah salah satu muslimah
bercadar yang beruntung dibandingkan dengan teman-teman saya lainnya
yang mengenakan cadar, keluarga saya mendukung saya dan kampus saya juga
mengizinkan untuk bercadar. Banyak teman-teman saya yang bercadar
mendapat pertentangan dari orang tuanya.
Tidak perlu sampai ke tahap mengenakan cadar, yang mengenakan jilbab
syar’i (yang lebar) saja pun banyak yang mendapat pertentangan keras
dari keluarganya. Ada yang sampai dikurung dan tidak boleh
keluar-keluar. Ada yang kalau pulang ke rumah dan ketahuan punya pakaian
syar’i, pakaiannya digunting-gunting lalu dibakar oleh keluarganya, itu
baru keluarga inti, keluarga yang paling dekat, bagaimana sekeluarga
besar? Itu baru diskriminasi dari pihak keluarga belum dari pihak
masyarakat.
Di masyarakat sendiri, kami pun sering mendapatkan perlakuan
diskriminatif. Dipandang secara sinis, dicaci, dimaki, dikata-katai,
dipermalukan di depan umum. Ketika menjadi pembeli kami tidak mendapat
perlakuan yang manis dari para pelayan, dan masih banyak lagi, di
antaranya:
1. Ketika saya berada di Rumah Sakit di salah satu kawasan di
Yogyakarta, ada seorang bapak yang mencaci saya dengan mengatakan “Dasar
Setan” dengan intonasi dan nada penuh kebencian.
2. Bulan lalu saya diteriaki oleh seorang sales disebuah pusat
perbelanjaan “WOI ISIS”. Saya juga pernah diteriaki “TERORIS” ketika
sedang berjalan di tengah keramaian Malioboro.
3. Ketika saya sedang naik Commuter Line, saya malah dijadikan bahan
ancaman oleh seorang ibu-ibu untuk menakut-nakuti anaknya agar anaknya
diam, “Kalau kamu gak mau diam, Ibu kasih kamu ke dia.” Memangnya saya
semenyeramkan itu?
4. Ketika di bandara saya diperiksa dengan pemeriksaan super ketat yang
itu TIDAK DILAKUKAN KEPADA CALON PENUMPANG PESAWAT LAINNYA. Ketika masuk
Mall tas saya diperiksa padahal pengunjung yang lain tidak.
5. Saya juga pernah dikatai oleh seorang Waria di Sunmor UGM, “Iii ada
Mbak Ninja”, lha kaum kalian teriak-teriak tidak mau didiskriminasi lho
kok malah mendiskriminasi orang lain?
Lalu sang narasumber ILC juga menyampaikan bahwa banyak kaum LGBT yang
dilarang bekerja di suatu perusahaan tertentu dan dilarang kuliah di
kampus tertentu. Walah, hal yang seperti ini tidak hanya kalian yang
merasakan, kami para muslimah bercadar dan/atau berjilbab lebar pun
demikian.
Seandainya dibuat sebuah penelitian tentang mana yang lebih banyak
jumlah diskriminasi, terhadap kaum LGBT ataukah terhadap muslimah
bercadar dan/atau berjilbab lebar, saya yakin hasilnya perusahaan yang
membolehkan pekerjanya dari kaum LGBT lebih banyak daripada perusahaan
yang membolehkan karyawatinya bercadar.
Dalam ranah universitas pun, masih banyak universitas-universitas yang
melarang Mahasiswinya bercadar. Banyak sekali. Bahkan teman-teman saya
memakai masker untuk menutup wajah pun dilarang sampai pihak kampus
memerintahkan petugas keamanan untuk memberi peringatan kepada mahasiswi
yang berjilbab panjang dan mengenakan masker untuk menanggalkan
maskernya.
Ada pula teman saya yang disindir oleh dosennya, “Kamu pake masker
karena keimanan yang kamu percaya atau karena sakit? Kalau karena
imanmu, semoga kamu masuk surga deh.”
Salah satu narasumber dari pakar komunikasi UI, Bapak Ade Armando,
menyampaikan bahwa ada mahasiswanya yang ketika ia berangkat dari
rumahnya ia harus mengenakan pakaian laki-laki, lalu di tengah jalan ia
berganti pakaian menjadi pakaian wanita, dan ketika di kampus ia
berdandan seperti wanita, padahal aslinya ia adalah pria. Pak Ade, kasus
seperti ini juga banyak sekali kami alami. Bahkan terjadi kepada
mahasiswi bapak juga.
Teman-teman saya ketika liburan kuliah dan pulang ke rumah terpaksa
menanggalkan cadarnya, atau memendekkan jilbabnya agar tidak dicap
ekstremis oleh orang tua dan tetangga-tetangganya di kampung. Lalu
ketika kembali lagi ke kota tempatnya menimba ilmu, di tengah jalan ia
harus berganti pakaian juga.
Diskriminasi lainnya yang tidak akan para LGBT rasakan dan hanya kami
yang merasakan adalah sulitnya mau keluar negeri karena berbelit-belit
di imigrasi, diinterogasi panjang lebar, dituduh sebagai teroris dan
sebagainya. Tentu berbeda dengan kalian yang mudah saja ketika mau ke
luar negeri. Jika kalian tidak diterima di negeri ini, kalian masih bisa
ke luar negeri karena di luar negeri, khususnya negara barat, bisa
menerima kalian. Tetapi berbeda dengan kami. Kami tetap saja menjadi
bahan 'bullying' baik dalam negeri maupun luar negeri.
Barangkali kalian pun tidak pernah masuk ke tempat-tempat umum seperti
mall atau bandara lalu diperiksa dengan pemeriksaan super ketat, bukan?
Kami sering mengalaminya! Seakan-akan kami ini selalu dicurigai membawa
bom atau akan melakukan aksi teror.
Dan satu lagi, jika kalian hanya akan di-bully saat menunjukkan
"identitas" kalian, lain halnya dengan kami. Kami para muslimah bercadar
dan/atau berjilbab lebar ini jadi korban bully sepanjang waktu.
Jelas apa yang kami dapatkan itu adalah bentuk-bentuk diskriminasi.
Tapi apakah ada yang dengan gigih membela kami dari kalangan aktivis
HAM? Mengapa justru membela sesuatu yang jelas-jelas menyimpang seperti
LGBT?
Para aktivis HAM, ketika bicara tentang ajaran Islam, maunya islam
dengan konsep Islam Nusantara, alasannya karena kearifan lokal. Namun
ketika bicara urusan LGBT, maunya seperti luar negeri seperti Amerika,
alasannya karena persamaan hak. Standar Ganda.
Intinya tidak perlu berlebihan. Kalian merasa menjadi pihak yang paling
terzalimi sejagad Indonesia Raya dan merasa yang paling banyak
mendapatkan perlakuan diskriminatif dibanding rakyat Indonesia lainnya.
Masih banyak orang lain yang diperlakukan diskriminatif lebih parah
daripada kalian, hanya saja mereka tidak koar-koar di media dan tidak
menuntut belas kasih KOMNAS HAM.
Lagipula jika kalian mendapatkan perlakuan yang berbeda, itu wajar dan
sah-sah saja. Karena LGBT adalah penyakit, ancaman, penuh propaganda,
menular, dan bertentangan dengan segala macam tinjauan baik secara
medis, psikologis, agama, sosial, kemanusiaan, maupun tinjauan akal
sehat manusia sehingga perlu mendapatkan perlakuan berbeda ketika muncul
di tengah masyarakat.
Adapun kami sebagai muslimah bercadar dan berjilbab, diskriminasi yang
kami terima semata karena beberapa elemen masyarakat belum teredukasi
dengan aturan ajaran Islam tentang jilbab.
Cadar dan jilbab yang kami kenakan bukanlah sebuah penyakit, bukan pula
ancaman, tidak mengandung propaganda, tidak menular, tidak pula
bertentangan dengan tinjauan apapun baik sosial, medis, psikologis,
apalagi agama.
Kami yang semestinya tidak pantas diperlakukan diskriminatif hanya
karena lembaran kain gelap yang kami kenakan tidak mengemis belas
kasihan masyarakat luas, apalagi Komnas HAM, agar bersikap wajar
terhadap kami.
Adapun kalian kaum LGBT, perlakuan diskriminatif masyarakat terhadap
kalian memang sudah sewajarnya demi kebaikan kalian sendiri agar kembali
menjadi manusia yang berorientasi seksual yang normal sehingga tidak
lagi menjadi ancaman bagi masyarakat.
Selama kalian menyalahi fitrah kalian sebagai pria atau wanita yang
diciptakan oleh Allah secara heteroseksual, jangan pernah berharap
masyarakat akan sepenuhnya menerima kondisi kalian yang secara nyata
telah menjadi ancaman dan bertentangan dengan berbagai tinjauan apapun.
Hadanillahu wa iyyakum.
Semoga Allah memberi hidayahNya kepada saya dan kita semua.
Yogyakarta, 19 Februari 2016
📝 Penulis: Sheren Chamila Fahmi
===============================================================
Sumber : Group WA.
Karena itulah gw suka perempuan bercadar. Manis, anggun dan pemalu >_<
Secara gw tipe orang yang malu-malu jg (ato malu-maluin *plak* )
Kalau seandainya LGBT dilegalkan di ranah indonesia, semoga secepatnya adzab diturunkan bagi negara ini.
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty