Rentetan
berita yang selama ini beredar dan jadi polemik khususnya masalah
agama; mulai dari soal langgam nusantara, kaset ngaji "polusi udara",
himbauan menghormati yang gak berpuasa, konflik Suriah, pengungsi
Rohingya, dan paling anyar soal LGBT di Amerika, sebenarnya semua itu
gak perlu dihindari untuk mencari aman dengan dalih selemah-lemah iman.
Justru dari sini kita bisa mengambil banyak pelajaran dan
hitung-hitungan.
Cermati saja. Makin ke sini, makin keliatan dengan siapa-siapa saja semestinya kau berteman (teman dalam arti sesungguhnya, bukan teman sekadar basa-basi media sosial belaka)
Kelihatan mana orang-orang yang punya kepekaan agama, yang memang peduli pada amar ma'ruf nahi munkar. Keliatan pula mana yang masa bodo, mana yang bebal, nyeleneh dan nyinyir, serta yang bangga sebagai pengolok-olok syariat. Entah, seperti ada kepuasan dan merasa keren bagi mereka yang bisa memperlakukan agama seperti anak kecil terhadap mainannya
Ironis. Yang peduli pada nilai-nilai religi biasanya rentan jadi sasaran bully. Kalo ada yang pengen gabung di kelompok ini maka siap-siap saja kupingmu bosan dengan seruan takfiri atau wahabi. Tolol dan dungu apalagi.
Yang masa bodo, beralasan gak cukup ilmu untuk bersuara. Hellaaaaw... semisal soal LGBT, diperlukan ilmu seluas dan setinggi apa pula? Simpelnya, letakkan saja otakmu di atas meja, dan kau gak perlu berfikir, cukup memfungsikan seonggok benda kecil bernama hati untuk sekadar merasakan perilaku hina dan menyimpangnya. Baut gak bakalan ketemu baut, begitu pula mur dengan mur, gak akan klop hingga kiamat kubra. Jika kau cerdas mestinya kau bisa lebih lugas, bersikap kan bisa tanpa harus menghakimi.
Yang nyinyir dan pengolok biasanya gak bisa melepaskan islam dengan embel-embel arab. Tadinya cuma becandaan doang, semisal ngomong "varokah", lama kelamaan makin tampak kesan mengoloknya dengan mengganti huruf F pada setiap kata berhuruf P. Membawa-bawa onta, celana cingkrang, dan jidat hitam. Orang-orang ini mungkin lupa bahwa akar Islam bermula di Arab, dan kitabullah yang kita agungkan turun dengan bahasa Arab, bukan sansekerta. Sejak lama gw menganggap ini sebagai jenis humor yang sungguh gak lucu.
Yang membuat gw miris, gw melihat kecenderungan teman-teman yang kualitas pemikirannya di atas rata-ratalah yang justru banyak terinfeksi virus nyeleneh ini. Celakanya, mereka punya banyak pengikut yang kadang taklid begitu saja. Orang seperti ini yang gw kasian adalah orang tuanya, yang tentunya menggantungkan harapan besar pada anaknya sebagai pemberi syafaat, bukan justru jadi penambah beban di hari perhitungan kelak
Ada beberapa tipe spesifik teman pengambil sikap atau sekadar komentator dalam polemik yang pelik ini:
- tipe yang memang terang-terangan membela agama dan niat pemurnian aqidah
- tipe yang membela kebebasan logika (biasanya satu paket dengan pembelaan kaum minoritas)
- tipe abstain, yang entah males mikir atau memang gamang dan gak tau mesti berbuat apa (tipe yang ini tetap gw hargai sebagai keterbatasan manusiawi)
- tipe OOT, yang sekadar mengomentari typo, panjang tulisan, nitip emoticon, atau hal-hal teknis lainnya. Kadang menyebalkan tapi masih bisa dimaklumi sebagai pemberi warna postingan
- tipe silent haters, gak berani berkomentar tapi jempolnya sering nangkring di komentar-komentar yang melawan ataupun memojokkan postingan. Sesekali ia juga menjempol atau membagikan tautan dari tokoh-tokoh Syiah atau sekuler. Nah ini sebenarnya tipe yang gak banget. Gak punya sikap dan pendirian. Kalo memang haters, kenapa masih menguntit dan menyimak? Tipe ini sepertinya hanya cocok ditempatkan pada bagian dapur sanitasi di medan perang. Ngurusin sampah saja, biar ada faedahnya. Orang seperti ini yang paling banyak gw blokir.
Jujur, sejak debat dengan pentolan agama Syiah tempo hari (bukan debat sih sebenarnya, karena tiba-tiba saja gw diserang secara personal), pikiran gw mulai terbuka untuk memfiltrasi pertemanan, memilah-milah demi kenyamanan. Kita fesbukan tujuannya mau bersenang-senang, lah ngapain mesti direpotkan berurusan dengan orang-orang menyebalkan?
Hingga saat ini sudah ada seratusan daftar blokiran gw, baik di pertemanan maupun di list followers. Ada orang baru, ada juga teman yang pernah dekat banget. Toh hidup ini pilihan, gw cuma berharap semoga kita masih bisa berkawan di kehidupan yang lain.
Awalnya cuma Syiah rese dan simpatisan JIL yang gw tendang, lalu komunis dan atheis. Belakangan kriteria itu gw tambah lagi dengan masuknya pro LGBT, dan para pengumpat dan penghujat. Kriteria terakhir ini sering menuding orang dengan kalimat "huh, dasar gak mau dikalah!", padahal di saat yang bersamaan ia memaknai kebenaran itu sebagai dirinya sendiri.
Kebijakan pemblokiran gak populer ini memang harus gw ambil. Gw gak peduli lagi ditinggalkan orang, toh gw sudah pernah sampai pada titik gak butuh lagi pengakuan.
Alhamdulillah, kerasa banget pengaruhnya. Hampir gak ada lagi aura negatif tiap gw buka beranda fesbuk. Sejauh ini, gw masih mentolerir beberapa teman dengan pertimbangan kedekatan personal, tapi bukan gak mungkin suatu saat dikick juga, bahkan kerabat dekat hingga saudara pun insyaallah gak bakal luput kalo memang itu harus dilakukan.
Ya, ini postingan sudah kepanjangan dan gak jelas juntrungannya. Sorry, sudah menyita waktunya. Jadi mari kita akhiri saja.
Wabillahi taufik walhidayah. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : Arham Rasyid
Cermati saja. Makin ke sini, makin keliatan dengan siapa-siapa saja semestinya kau berteman (teman dalam arti sesungguhnya, bukan teman sekadar basa-basi media sosial belaka)
Kelihatan mana orang-orang yang punya kepekaan agama, yang memang peduli pada amar ma'ruf nahi munkar. Keliatan pula mana yang masa bodo, mana yang bebal, nyeleneh dan nyinyir, serta yang bangga sebagai pengolok-olok syariat. Entah, seperti ada kepuasan dan merasa keren bagi mereka yang bisa memperlakukan agama seperti anak kecil terhadap mainannya
Ironis. Yang peduli pada nilai-nilai religi biasanya rentan jadi sasaran bully. Kalo ada yang pengen gabung di kelompok ini maka siap-siap saja kupingmu bosan dengan seruan takfiri atau wahabi. Tolol dan dungu apalagi.
Yang masa bodo, beralasan gak cukup ilmu untuk bersuara. Hellaaaaw... semisal soal LGBT, diperlukan ilmu seluas dan setinggi apa pula? Simpelnya, letakkan saja otakmu di atas meja, dan kau gak perlu berfikir, cukup memfungsikan seonggok benda kecil bernama hati untuk sekadar merasakan perilaku hina dan menyimpangnya. Baut gak bakalan ketemu baut, begitu pula mur dengan mur, gak akan klop hingga kiamat kubra. Jika kau cerdas mestinya kau bisa lebih lugas, bersikap kan bisa tanpa harus menghakimi.
Yang nyinyir dan pengolok biasanya gak bisa melepaskan islam dengan embel-embel arab. Tadinya cuma becandaan doang, semisal ngomong "varokah", lama kelamaan makin tampak kesan mengoloknya dengan mengganti huruf F pada setiap kata berhuruf P. Membawa-bawa onta, celana cingkrang, dan jidat hitam. Orang-orang ini mungkin lupa bahwa akar Islam bermula di Arab, dan kitabullah yang kita agungkan turun dengan bahasa Arab, bukan sansekerta. Sejak lama gw menganggap ini sebagai jenis humor yang sungguh gak lucu.
Yang membuat gw miris, gw melihat kecenderungan teman-teman yang kualitas pemikirannya di atas rata-ratalah yang justru banyak terinfeksi virus nyeleneh ini. Celakanya, mereka punya banyak pengikut yang kadang taklid begitu saja. Orang seperti ini yang gw kasian adalah orang tuanya, yang tentunya menggantungkan harapan besar pada anaknya sebagai pemberi syafaat, bukan justru jadi penambah beban di hari perhitungan kelak
Ada beberapa tipe spesifik teman pengambil sikap atau sekadar komentator dalam polemik yang pelik ini:
- tipe yang memang terang-terangan membela agama dan niat pemurnian aqidah
- tipe yang membela kebebasan logika (biasanya satu paket dengan pembelaan kaum minoritas)
- tipe abstain, yang entah males mikir atau memang gamang dan gak tau mesti berbuat apa (tipe yang ini tetap gw hargai sebagai keterbatasan manusiawi)
- tipe OOT, yang sekadar mengomentari typo, panjang tulisan, nitip emoticon, atau hal-hal teknis lainnya. Kadang menyebalkan tapi masih bisa dimaklumi sebagai pemberi warna postingan
- tipe silent haters, gak berani berkomentar tapi jempolnya sering nangkring di komentar-komentar yang melawan ataupun memojokkan postingan. Sesekali ia juga menjempol atau membagikan tautan dari tokoh-tokoh Syiah atau sekuler. Nah ini sebenarnya tipe yang gak banget. Gak punya sikap dan pendirian. Kalo memang haters, kenapa masih menguntit dan menyimak? Tipe ini sepertinya hanya cocok ditempatkan pada bagian dapur sanitasi di medan perang. Ngurusin sampah saja, biar ada faedahnya. Orang seperti ini yang paling banyak gw blokir.
Jujur, sejak debat dengan pentolan agama Syiah tempo hari (bukan debat sih sebenarnya, karena tiba-tiba saja gw diserang secara personal), pikiran gw mulai terbuka untuk memfiltrasi pertemanan, memilah-milah demi kenyamanan. Kita fesbukan tujuannya mau bersenang-senang, lah ngapain mesti direpotkan berurusan dengan orang-orang menyebalkan?
Hingga saat ini sudah ada seratusan daftar blokiran gw, baik di pertemanan maupun di list followers. Ada orang baru, ada juga teman yang pernah dekat banget. Toh hidup ini pilihan, gw cuma berharap semoga kita masih bisa berkawan di kehidupan yang lain.
Awalnya cuma Syiah rese dan simpatisan JIL yang gw tendang, lalu komunis dan atheis. Belakangan kriteria itu gw tambah lagi dengan masuknya pro LGBT, dan para pengumpat dan penghujat. Kriteria terakhir ini sering menuding orang dengan kalimat "huh, dasar gak mau dikalah!", padahal di saat yang bersamaan ia memaknai kebenaran itu sebagai dirinya sendiri.
Kebijakan pemblokiran gak populer ini memang harus gw ambil. Gw gak peduli lagi ditinggalkan orang, toh gw sudah pernah sampai pada titik gak butuh lagi pengakuan.
Alhamdulillah, kerasa banget pengaruhnya. Hampir gak ada lagi aura negatif tiap gw buka beranda fesbuk. Sejauh ini, gw masih mentolerir beberapa teman dengan pertimbangan kedekatan personal, tapi bukan gak mungkin suatu saat dikick juga, bahkan kerabat dekat hingga saudara pun insyaallah gak bakal luput kalo memang itu harus dilakukan.
Ya, ini postingan sudah kepanjangan dan gak jelas juntrungannya. Sorry, sudah menyita waktunya. Jadi mari kita akhiri saja.
Wabillahi taufik walhidayah. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : Arham Rasyid
No comments:
Post a Comment
Your Comment is Our Order, Your Majesty