Saya sudah merasa kadar muak saya melewati batas pada para pengguna
sosial media. Hal ini disebabkan oleh orang orang yang seringkali
menyalahgunakan fungsi sebenarnya dari social media dari wadah untuk
saling memberi info dan berjaringan menjadi arena ajang pamer dan
berkelahi aksara.
Tadinya saya biasa saja menanggapi pergeseran makna ini, tapi beberapa
hal yang terjadi di social media lambat laun membuat saya jengah. coba
tengok sejenak di timeline twitter, status facebook ataupun path juga
foto foto di instagram yang isinya status seperti lagi galau, marah,
seneng, cemburu ataupun keluhan keluhan keluhan yang seharusnya (menurut
saya) lebih baik "just keep it to yourself." alias bukan konsumsi umum, lalu juga kadang saling sindir menyindir yang akhirnya jadi fitnah memfitnah. Wow i just amazed karena tanpa mereka sadari, mereka membuka aib nya sendiri.
Tidak hanya berhenti di situ, sosial media pun berubah menjadi arena
pamer. baik itu pamer sedang berada di pusat perbelanjaan mewah, pamer
baru beli barang-barang baru, pamer muka, pamer kendaraan, pamer pacar,
pamer sedang makan makanan mewah, pamer kemesraan, pamer kebaikan hati,
pamer ekspresi, pamer foto liburan di luar negeri (padahal jalan-jalan
luar negerinya cuma seputaran mall di malaysia dan singapore dan foto di
depan studio universal, ga tau deh beneran masuk ke universalnya apa
numpang lewat doang.) dengan pose laiknya selebritis Hollywood lengkap
dengan tentengan belanjaan.
Lalu ada juga yang paling konyol yang saya temui di social media, ketika
seorang teman hampir setiap 15 menit mempost semua kegiatannya di Path.
Mulai dari announcement baru bangun tidur, nulis status mau mandi, foto
sarapan, foto kemacetan saat berangkat kerja, foto sudah sampai kantor,
cek in di kantor, cek in di tempat makan siang bersama teman-temannya
sambil foto bareng, nulis status lagi ngemil di waktu senggang kantor,
posting foto/quote sambil tag berjamaah di path (dengan maksud
mendapatkan heart banyak), memposting pulang kantor, foto lagi kongkow
sama temen-temennya seusai jam kantor di klub paling hits di Jakarta,
lalu posting perjalanan pulang dari hedonnya, posting quote sebelum
tidur, posting listening to sebelum tidur sampai akhirnya dia
memberitahu ke seluruh timeline bahwa dia akan tidur. (ok, can I say that this is too much?) well ya it's happen everyday!
Dan semua ajang pamer juga pencitraan di social media itu hanya untuk
sekedar menjadi ajang pembuktian "eh, eh gue kaya loh, duit gue banyak,
gue bisa beli ini itu dan nongkrong disana sini. Jadi jangan sembarangan
ma gue yah.". Menurut pengamatan saya biasanya yang seperti itu adalah
orang-orang yang kerap mengalami culture shock seperti seorang teman
yang baru keterima kerja dengan gaji selangit sehingga jadi petantang
petentengatau seorang yang menikahi pria/wanita kaya atau OKB (orang
kaya baru).
Pertanyaan saya adalah: apa yang kamu dapatkan dengan pamer seperti
itu?menginginkan pengakuan status sosial bahwa kamu lebih dalam segala
hal kah? menginginkan pengakuan bahwa kamu gaul banget? lalu setelah
mendaptkan pengakuan sosial bahwa kamu lebih dalam segala hal dan gaul
banget lantas apalagi yang kamu cari?
Merasakah bahwa social media menjadikan jiwa kita tidak sehat? sudah
berapa sering kita cuekin keluarga/suami/pacar/teman/sahabat yang berada
disamping kita karena mata kita tertuju terus pada smartphone atau
tablet kita? sudah berapa kali kita bertengkar dengan suami/istri/pacar
hanya karena diri kita sendiri/mereka terlalu sibuk dengan social media
nya? dan apakah kita sadar bahwa kita menjadi stalker yang diam diam
selalu mengecek/mengawasi social media pasangan kita setiap saat hanya
untuk memastikan dia menulis apa atau sedang dimana? sangat tidak sehat
untuk jiwa kita.
Entah apa yang salah, apakah diri saya yang mengganggap mereka terlalu
berlebihan ataukah memang mereka yang berlebihan? Sebenarnya semua sah
sah saja asalkan tidak berlebihan. Saya sendiri lebih menyukai akun
social media seseorang yang lebih banyak memberi info tentang sebuah
event ataupun posting foto liburan keliling Indonesia (yang jelas lebih
indah dari luar negeri) lengkap dengan informasinya dan akhir akhir ini
saya pun menggunakan social media sebagai wadah untuk memperluas
jaringan juga saling menyapa teman yang sudah lama tidak bertemu.
Tidak munafik, sayapun pernah ada di posisi seperti yang saya sebutkan
diatas, tetapi setelah kejadian teman yang kerap posting ini itu secara
berlebihan di path dan saya merasa muak lalu saya pun sadar bahwa jika
saya melakukan hal yang sama maka orang lain yang melihat pun akan muak
dan ini sudah semakin tidak sehat. Maka dari itulah saya memulai langkah
dengan mengganti smartphone saya menjadi handphone biasa yang fitur
canggihnya hanya sebatas sms dan telpon. Jika ingin bersosial media maka
saya pun diharuskan untuk meminjam handphone suami atau menggunakan
tablet. Dan percayalah (karena saya mengalaminya sekarang) bahwa
ternyata hidup jauh lebih tenang jika kita tidak terlalu aktif di social
media.
Sumber : kaskus